Kamis 14 Feb 2019 20:07 WIB

Laba Taspen Turun 62 Persen

Taspen menyiapkan strategi untuk meningkatkan laba pada tahun ini.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Dwi Murdaningsih
PT Taspen menggelar Public Expose untuk memaparkan kinerja sepanjang 2018 di Kantor Pusat Taspen, Jakarta, Kamis, (14/2).
Foto: Republika/Iit Septyaningsih
PT Taspen menggelar Public Expose untuk memaparkan kinerja sepanjang 2018 di Kantor Pusat Taspen, Jakarta, Kamis, (14/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Taspen membukukan laba sebesar Rp 271,55 miliar pada 2018. Angka tersebut menurun sekitar 62,37 persen bila dibandingkan 2017 yang mencapai Rp 721,73 miliar. 

Direktur Utama PT Taspen Iqbal Latanro menjelaskan, penurunan laba tersebut di antaranya karena kenaikan beban klaim yang mencapai 14,56 persen. Dengan begitu menjadi Rp 11 triliun, sebelumnya pada 2017 sebesar Rp 9,61 triliun. 

"Pada 2018, jumlah pensiunan meningkat dibandingkan peserta baru," ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis, (14/2). 

Ia menyebutkan, jumlah peserta Taspen yang mengajukan klaim mencapai 163 ribu, sedangkan peserta baru hanya sebanyak 45 ribu. 

Selain meningkatnya beban klaim, penurunan hasil investasi korporasi juga turut memengaruhi. Sebab, itu membuat total hasil investasi hanya naik 1,25 persen dibandingkan 2017, yakni dari Rp 7,5 triliun menjadi Rp 7,6 triliun. 

"Padahal hasil investasi berkontribusi sebanyak 42 persen terhadap total pendapatan kita dan laba ditopang oleh pendapatan," jelas Iqbal.

 Laporan Keuangan perseroan mencatat, pendapatan perusahaan turun 1,81 persen pada 2018 sehingga menjadi Rp 16,5 triliun, sebelumnya pada 2017 sebesar Rp 16,8 triliun. 

Direktur Keuangan PT Taspen Helmi Imam Satriyono menjelaskan, penurunan hasil investasi dipengaruhi oleh kondisi pasar yang banyak tekanan sepanjang 2018. Di antaranya karena perang dagang Amerika Serikat (AS) dan Cina yang mengakibatkan perlambatan ekonomi Cina serta global. 

Kemudian, The Fed yang menaikkan suku sebanyak empat kali. Ditambah dari dalam negeri, defisit neraca perdagangan Indonesia mencapai 3,37 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), sebagai akibat kenaikan harga minyak mentah WTI yang menembus 76,4 dolar AS per barel. 

"Semua sentimen itu menyebabkan pelemahan rupiah hingga Rp 15.400 per dolar AS, cadangan devisa turun, net sell asing di pasar saham sebesar Rp 50,75 triliun. Kemudian Indeks IPBA juga IHSG terus menurun masing-masing hingga 10 persen," tutur Helmi.

Ia menilai dengan penurunan indeks tersebut otomatis memengaruhi saham-saham di dalamnya. Hal itu membuat Taspen sulit memeroleh margin. 

Meski begitu, Helmi yakin kondisi 2019 akan lebih baik. Berbagai strategi termasuk strategi investasi pun disiapkan demi meningkatkan laba. 

Beberapa strategi tersebut di antaranya memperkaya produk investasi. Lalu membesarkan anak perusahaan agar berkontribusi lebih banyak ke perusahaan induk. 

"Pada 2018 kontribusi anak usaha sekitar 4,5 persen. Kita ingin dorong kalau capai 15 persen saja sudah luar biasa," ujarnya. 

Helmi menyebutkan, tahun ini Taspen menargetkan laba bersih sebesar Rp 300 miliar. Sedikit naik dibandingkan laba 2019.

"Kita targetkan tidak terlalu tinggi karena tahun ini kan tahun politik ada pemilu bisa pengaruhi pasar. Maka kita berhati-hati," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement