REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Yogyakarta, Irfan Noor Riza mengatakan, investasi bodong masih marak terjadi, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Menurutnya, investasi yang baru saja diluncurkan pemerintah yaitu penjualan surat utang negara (SUN) atau Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR004 secara daring mulai Senin (20/8) kemarin, memberi harapan baru bagi investor agar tidak terjebak investasi bodong.
"Karena SBR004 ini sangat menjanjikan dan aman tentunya karena punya pemerintah. Nasionalisme kita juga ditantang dengan adanya ini karena untuk membiayai pembangunan negara," kata Irfan kepada Republika, Selasa (21/8).
Irfan mengatakan, sejak 2010 hingga 2017 saja, kerugian yang diakibatkan karena adanya investasi bodong mencapai 105 triliun lebih secara nasional. Di DIY, sendiri angka investasi bodong juga masih tinggi.
"Untuk DIY, saya gak punya datanya. Yang pasti secara nasional itu kerugian akibat investasi bodong sekitar 105 sekian triliun. Jutaan orang yang terlibat di situ. Artinya masyarakat butuh wahana investasi yang baik. Masyarakat ada yang tidak tahu bagaimana caranya investasi sehingga terjebak diinvestasi bodong," katanya.
Untuk itu, perlu adanya sosialisasi dan edukasi terkait investasi tersebut terhadap masyarakat. Tujuannya agar masyarakata melek investasi dan tidak terjebak dalam investasi bodong.
"Kita edukasi, kita sosialisasi, kita tawarkan ada investasi yang sangat manarik yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Pilihannya banyak, kalau di pasar modal ada saham, ada obligasi ada reksadana dan termasuk ini (SBR004)," ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah resmi menjual surat utang negara (SUN) atau Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR004 secara online mulai Senin (20/8) kemarin. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman mengatakan pembelian minimum SBR004 sebesar satu juta rupiah dan maksimum tiga miliar rupiah.
"Yang SBR004 kita turunkan target minimumnya satu juta rupiah kemudian dengan kelipatannya. Kemudian juga misalkan dulu berbasis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) rate sekarang BI 7-Day Reverse Repo Rate," kata Luky di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/8).