REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan mencatat posisi utang pemerintah pusat hingga Agustus 2017 mencapai Rp 3.825,79 triliun.
Laman Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang dipantau di Jakarta, Selasa (26/9), menyatakan porsi utang pemerintah terdiri dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 2.563,24 triliun atau 67 persen, pinjaman sebesar Rp 737,85 triliun atau 19,3 persen dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 524,71 triliun atau 13,7 persen.
Porsi utang tersebut didominasi oleh utang dalam mata uang rupiah sebanyak 59 persen, dolar AS 29 persen, yen Jepang tujuh persen, euro empat persen, special drawing right (SDR) satu persen dan beberapa valuta asing lain satu persen.
Berdasarkan kreditur, utang pemerintah pusat masih didominasi oleh investor dari SBN sebanyak 80 persen, pinjaman dari Bank Dunia enam persen, pemerintah Jepang lima persen, ADB tiga persen dan lembaga lainnya enam persen.
Sementara itu, penambahan utang netto selama Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp 45,81 triliun yang berasal dari penarikan pinjaman sebesar Rp 2,87 triliun (netto) dan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp 42,94 triliun (netto).
Tambahan pembiayaan utang tersebut memungkinkan adanya kenaikan belanja produktif di bidang pendidikan, infrastruktur, kesehatan, transfer ke daerah dan dana desa, serta belanja sosial. Indikator risiko utang pada Agustus 2017 juga masih terkendali, dengan rasio variable rate berada pada tingkat 10,9 persen dan refixing rate pada tingkat 19 persen.
Selain itu, porsi utang dalam mata uang asing berada pada level 41,2 persen, sedangkan average time to maturity (ATM) berada pada tingkat 8,8 tahun. Di sisi lain, indikator jatuh tempo utang dengan tenor hingga lima tahun naik dari 38,9 persen menjadi 39,2 persen dari total outstanding utang.
Dalam pengelolaan risiko utang, pemerintah selalu melakukan dengan hati-hati dan terukur, termasuk menjaga risiko pembiayaan kembali, risiko tingkat bunga, dan risiko nilai tukar dalam posisi yang terkendali. Saat ini, rata-rata perdagangan harian SBN pada Agustus 2017 cenderung meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. Porsi kepemilikan oleh asing atas SBN yang tradable di periode ini mencapai 39,01 persen.
Sebagian besar investor asing juga tercatat masih memegang SBN yang bertenor menengah-panjang atau diatas jangka waktu lima tahun. Hal ini mendorong pemerintah untuk terus berkomitmen dalam upaya pendalaman pasar SBN domestik.