REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menegaskan keputusan untuk memutus kerja sama dengan JP Morgan Chase Bank sebagai bank persepsi dan dealer utama penerbitan surat utang disebut bukan didasari kekhawatiran atas hasil riset yang dirilis bank asal Amerika Serikat (AS) tersebut.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan menyebutkan, keputusan pemerintah ini lebih karena hasil riset JP Morgan yang dianggap tak kredibel.
Seperti diketahui, dalam hasil riset berjudul "Trump Forces Tactical Changes" yang dirilis pada 13 November 2016 lalu, JP Morgan mengubah rekomendasi alokasi portofolio bagi investor di sejumlah negara berkembang termasuk Indonesia, Brasil, Turki, dan Malaysia. Dalam riset tersebut, JP Morgan menurunkan tingkat rekomendasi Indonesia dan Turki ke underweight. Sementara Brasil yang iklim politiknya lebih panas dibanding Indonesia diturunkan ke level netral dan Malaysia dinaikkan ke level overweight.
Robert menambahkan, pemerintah Indonesia mempertanyakan hasil assesment yang dilakukan JP Morgan terhadap sejumlah negara berkembang. Pemerintah, lanjutnya, menilai bahwa hasil riset JP Morgan tidak dilakukan atas penilaian yang akurat dan kredibel.
"Ya memang itu global market equity, tapi itu menilai ekonomi Indonesia. Karena cara kerjanya tidak akurat dan kredibel, kami pikir as a partner kita putus saja. Sekali lagi, karena (JP Morgan) tidak profesional sebagai mitra pemerintah yang sangat penting posisinya," ujar Robert di Kementerian Keuangan, Selasa (3/1).
Ia melanjutkan, keputusan ini membuat JP Morgan tak lagi bisa bertindak sebagai dealer utama atau primary dealer Surat Utang Negara (SUN). Tak hanya itu, JP Morgan juga tak lagi bisa menjadi peserta lelang surat utang syariah negara dan menjadi anggota panel join lead underwriter untuk menerbitkan obligasi internasional. JP Morgan juga tak lagi bisa bertindak sebagai bank persepsi.
Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan bahwa selepas keputusan untuk memutus kemitraan dengan JP Morgan, pemerintah masih akan melanjutkan kerja sama dengan bank persepsi dan primary dealer SUN lainnya sepanjang ada prinsip saling menguntungkan. Sri juga minta adanya profesionalisme bagi setiap lembaga riset dalam merilis hasil risetnya terutama yang bisa memberikan pengaruh bagi iklim perekonomian.
"Kami menghormati seluruh produk dari lembaga riset. Karena pemerintah juga perlu mendengar pandangan dari luar. Dari sisi kami, kami juga melakukan perbaikan dan reformasi," ujar Sri.
Selain itu, Sri juga menambahkan bahwa ekonomi Indonesia selalu di-drive oleh faktor fundamental dan psikologi pasar. Karenanya, Sri menilai bahwa baik lembaga riset dan pemerintah harus membentuk iklim psikologi pasar yang positif.
"Bukannya melakukan apa yang disebut missleading dalam hal ini. Ini adalah sesuatu yang kami lakukan. Setelah melakukan evaluasi kami ingin seluruh stakeholder kami mendapatkan massage yang sama. Mari kita kerjasama secara positif, pemerintah akan melakukan perbaikan di dalam seluruh kebijakan fundamental internal kita dan perbaikan di recognize," katanya.