REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bisnis perumahan menengah ke bawah dinilai masih menjanjikan. Karena itu penerapan kebijakan releksasi loan to value (LTV) pemerintah terhadap bisnis properti diharapkan dapat merangsang terwujudnya program sejuta rumah yang dicanangkan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Hal itu disampaikan Direktur Utama Bank BTN, Maryono, Rabu (8/6). Menurutnya, releksasi yang dilakukan Bank Indonesia itu akan merangsang pertumbuhan kredit perusahaan. Sepanjang tahun ini, Bank BTN ditargetkan mampu mendukung pembiayaan hingga 570 ribu perumahan. "BTN tetap konsisten dengan pembiayaan perumahan, fokusnya ke KPR subsidi," katanya.
Kebijakan LTV tersebut Selain pengembang dan perbankan, masyarakat yang membeli rumah dengan fasilitas kredit perumahan juga diuntungkan karena uang muka yang dibayar cukup ringan. Sehingga peluang mereka membeli rumah pertama maupun kedua cukup besar.
Selain itu, semua sektor industri yang terkait dengan bisnis properti juga akan bergairah. Sehingga akan mendorong bergeraknya perekonomian bangsa, karena pembiayaan perumahan berdampak pada pendapatan kotor (GDP) negara. Berdasarkan laporan keuangan per 30 Maret 2016 (unaudited), pembiayaan kredit bank BTN tumbuh 18,9 persen menjadi 143 triliun. Angka itu melampaui periode yang sama tahun 2015 yang mencapai 120 triliun.
Pertumbuhan ini sebagai indikasi bahwa permintaan masyarakat atas pembiayaan perbankan di sektor perumahan masih cukup tinggi. Bagi BTN, pertumbuhan di kuartal pertama 2016 mencerminkan permintaan masyarakat akan hunian menengah ke bawah masih tinggi.
Selain itu, pihaknya juga akan memperluas pembiayaan dari pegawai negeri sipil (PNS) dan karyawan, kepada masyarakat berpenghasilan tidak tetap dengan menyalurkan KPR mikro. "Ini bisa mendorong pembiayaan perumahan," katanya.
Ketua Umum Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Eddy Ganefo menilai saat ini banyak pengembang di daerah yang kesulitan mengembangkan usahanya. "Bahkan ada yang banting harga untuk mengatasi cash flow mereka," katanya.
Menurut Eddy, tidak semua konsumen memerlukan rumah murah. Mereka yang perekonomiannya meningkat, tentunya akan membeli rumah yang lebih bagus. "Mereka bersedia mencicil, tapi uang muka hingga 30 persen itu cukup berat," katanya.