Rabu 16 Mar 2016 20:38 WIB

Relaksasi Ekspor Mineral Mentah Pertaruhkan Investasi Smelter

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Nur Aini
Smelter (Ilustrasi)
Smelter (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Rencana pemerintah untuk merelaksasi ekspor mineral mentah pasca-2017 mendatang dinilai mempertaruhkan nilai investasi pengusaha yang telah rela membangun fasilitas pemurnian mineral tambang atau smelter. Alasannya, dari 24 smelter yang sudah dibangun sejak 2012 sampai 2015 sudah memakan investasi sebesar 12 miliar dolar AS di mana sebagian besar adalah investor asing.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I) Jonatan Handoyo juga menyebutkan, perusahaan smelter yang tergabung dalam asosiasinya belum ada satu pun yang telah menerima kemudahan dari pemerintah berupa libur pajak. Padahal, tahun lalu Kementerian Keuangan resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) baru No 159/PMK 010 tahun 2015 tentang tax holiday. Ini perubahan dari tax holiday yang lama dengan tujuan relaksasi dan penyederhanaan pemberian fasilitas kepada sejumlah sektor industri. Terdapat 9 sektor industri pionir yang mendapat fasilitas tax holiday, atau keringanan PPh Badan versi baru ini, salah satunya adalah industri logam dasar.

Jonatan mengatakan terkait perlunya implementasi dari pemerintah dalam menjamin ketersediaan bahan baku industri baik dari segi kualitas, kuantitas, dan nilai ekonomi, sehingga hilirisasi industri logam dasar dapat berjalan di dalam negeri.

"Kesulitan suplai seperti yang dialami perusahaan baja kami di Kalimantan jadi tidak bisa berproduksi karena kekurangan bahan baku, kami hanya meminta tolong, pertama melalui Undang-Undang (UU), dan kedua kepada pemangku pemerintah di Indonesia. Mari kita lihat apa yang telah dijanjikan dan diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), seperti yang kita tahu Jokowi menyetop mengekspor bahan mentah khusus untuk nikel," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement