REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan mengungkapkan bahwa proporsi pidana pajak terkait penyalahgunaan faktur fiktif mencapai 60 persen.
"Angka tersebut terdiri baik dari penerbit, pengedar, dan juga pengguna. Bahkan SDM kita dialokasikan begitu besar untuk menangani kasus tersebut," kata Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak Yuli Kristiyono kepada pers di Jakarta, Kamis.
Akan tetapi, katanya, hingga saat ini masih terdapat perbedaan pendapat antara Ditjen Pajak dan Kejaksaan terkait status pengguna faktur pajak palsu tersebut karena dianggap sebagai korban.
Pada 2014 terdapat 15 kasus yang telah disidangkan di pengadilan dengan hasil putusan menyatakan seluruh terdakwa bersalah dan menyebabkan kerugian negara sebesar Rp383 miliar, ditambah denda pidana Rp582,5 miliar.
Selain melakukan penyidikan terhadap penerbit faktur pajak fiktif, Ditjen Pajak juga melakukan pengamanan penerimaan terhadap wajib pajak yang menggunakan faktur bermasalah tersebut.
Selama 2014, para WP pengguna faktur fiktif yang telah dikonfirmasi sebanyak 499, dan 392 atau 79 persen di antaranya telah mengakui perbuatannya tersebut.
"Sisanya masih ditangani oleh tim satuan tugas khusus yang dibentuk untuk membuktikan perbuatan mereka. Bagi wajib pajak yang tidak mengakui juga sudah kami tingkatkan ke penyidikan," kata Yuli menjelaskan.
Nilai faktur pajak fiktif dari 392 WP tersebut mencapai Rp696 miliar, namun baru Rp154 miliar yang diterima dan sisanya akan dilunasi dengan cara dicicil, ujarnya.
Dia menambahkan pada 2015 Ditjen Pajak akan lebih menguatkan kegiatan penegakan hukum di bidang perpajakan dengan dukungan penuh dari Kepolisian dan Kejaksaan.
"Kami imbau para pelaku usaha untuk tidak menggunakan faktur pajak fiktif, akhirnya akan kami ketahui dan bisa diambil tindakan keras," kata Yuli menegaskan.
Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan 2015 akan difokuskan pada penerbit dan pengguna faktur pajak fiktif, serta wajib pajak yang tidak memenuhi kewajibannya dengan benar.