REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyaluran kredit Bank Perkreditan Rakyat (BPR) hingga Mei 2013 meningkat sebesar 21,1 persen. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) dapat ditekan, dari 5,43 persen di Mei 2012 menjadi 5,09 persen di Mei 2013.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) per Mei 2013 yang dipublikasikan Bank Indonesia (BI), BPR secara keseluruhan mencatatkan penyaluran kredit sebesar Rp 55 triliun. Kredit terbanyak disalurkan untuk konsumsi, yakni sebesar Rp 26,4 triliun. Disusul oleh kredit untuk modal kerja sebesar Rp 25,2 triliun. Kredit investasi hanya tersalurkan sebanyak Rp 3,2 triliun.
Untuk kredit konsumsi, kredit pemilikan rumah (KPR) sebesar Rp 850 miliar, kredit kendaraan bermotor (KKB) sebesar Rp 1,5 triliun, dan kredit konsumsi lainnya sebesar Rp 24,1 triliun. Kredit modal kerja yang terbesar disalurkan untuk perdagangan besar dan eceran, yakni sebesar Rp 14,6 triliun. Penyaluran kredit investasi terbesar juga untuk pedagang besar dan eceran, sebesar Rp 1,04 triliun.
Dari tahun ke tahun, BPR di Jawa Tengah selalu mencatatkan penyaluran kredit terbesar dibandingkan daerah lainnya. Pada Mei 2013, BPR di Jawa Tengah menyalurkan kredit sebesar Rp 12,27 triliun, tumbuh 14 persen dalam setahunan. Daerah kedua terbesar dalam penyaluran kredit BPR adalah Jawa Barat. Penyaluran kredit pada Mei 2013 sebesar Rp 8,6 triliun, tumbuh 14 persen yoy.
Sementara itu, pertumbuhan kredit dapat diimbangi dengan penurunan NPL menjadi 5,09 persen atau sebesar Rp 2,8 triliun. Kredit macet mendominasi sebesar Rp 1,5 triliun. Kredit kurang lancar sebesar Rp 780 miliar dan kredit diragukan sebesar Rp 495 miliar.
Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 14,1 persen menjadi Rp 46,1 triliun. Porsi deposito dalam DPK sebesar 67,3 persen atau Rp 31 triliun. Sedangkan porsi tabungan hanya sebesar 32,6 persen atau Rp 15 triliun. Rasio keuangan lainnya tercatat LDR sebesar 83,5 persen, ROA 3,8 persen dan ROE 35,9 persen.
Kepala Ekonom PT Bank Internasional Indonesia, Tbk (BII), Juniman, mengatakan kredit BPR pada semester II akan melambat sejalan dengan perlambatan kredit bank komersial. Perlambatan kredit disebabkan oleh kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan suku bunga. "Pertumbuhan kredit BPR akhir tahun sebesar 19,5 persen. Untuk bank komersial sebesar 20 persen," ujar Juniman, Kamis (25/7).
Pertumbuhan kredit BPR diproyeksikan lebih rendah daripada bank komersial karena cost of funds (COF) BPR lebih tinggi. Sedangkan untuk NPL, Juniman memprediksi NPL BPR pada akhir tahun akan meningkat menjadi 5,2 persen. "Tapi kondisi ini belum membahayakan," ujar dia.