REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Magdalena (40 tahun) mengaku kesal mengetahui pemberitaan mengenai hasil investigasi Kementerian Pertanian (Kementan) yang mengungkap penyelewengan penjualan beras, dengan potensi kerugian konsumen Rp 99,35 trilun per tahun. Ia mendorong pemerintah untuk segera mengumumkan para pelaku atau merek-merek yang melakukan kecurangan, untuk kemudian diberikan sanksi sosial.
“Karena itu adalah hasil investigasi dan memang benar ada penyelewengan, tentu saja sebagai konsumen saya merasa sangat dirugikan dan kesal juga sih. Kok tega ya sampai ada yang melakukan penyelewengan bahan pangan utama,” ungkap perempuan yang kerap disapa Lena tersebut, saat dihubungi Republika, Senin (30/6/2025).
Sebagai konsumen, ia pun mengaku merasa telah dibohongi. Menurut hematnya, kasus kecurangan penjualan beras tersebut bisa jadi telah lama terjadi, dan baru terungkap. Ia mengatakan bisa jadi beras yang ia beli dan konsumsi adalah hasil dari kecurangan yang dilakukan pihak tidak bertanggung jawab, dengan kualitas dan kuantitas yang tidak sesuai standar.
“Jelas merasa dibohongi. Kenapa baru ada investigasi sekarang, apa selama ini tidak ada pengawasan terhadap bahan pangan yang beredar? Kalau kita konsumen kan enggak tahu seperti apa sebenarnya standar mutu yang benar buat masing-masing jenis beras, tahunya harga sekian dan berat sekian. Enggak mungkin sampai rumah berasnya ditimbang ulang,” ujarnya.
Lena mengatakan, pemerintah sebaiknya segera mengumumkan merek-merek yang terbukti melakukan tindakan penyelewengan tersebut. Menyusul pernyataan Menteri Pertanian yang mengaku berjanji bakal mengungkapkan 212 merek yang telah diinvestigasi melakukan tindakan tersebut, jika peringatan tidak diindahkan.
“Sebaiknya umumkan saja merek berasnya apa, ini bakal jadi sanksi sosial buat para produsennya. Kalau di berita kan masih dikasih waktu buat memperbaiki, seharusnya kalau sudah penyelewengan ya diusut sampai tuntas dan diberikan sanksi hukum yang setimpal,” kata dia.
Usai diumumkan nantinya, Lena mengatakan para konsumen yang merasa dirugikan bisa menuntut, yakni dengan mekanisme class action. Sebab, korbannya disinyalir hampir semua lapisan masyarakat.