REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menyampaikan ekspektasi terbaru mengenai pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 menjadi 8—11 persen. Angka tersebut lebih rendah daripada perkiraan sebelumnya pada RDG April 2025 di kisaran 11—13 persen.
“Dengan perkembangan kredit sampai dengan April 2025, Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan pada 2025 akan berada pada kisaran 8–11 persen,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers RDG Mei 2025 yang digelar secara daring, Rabu (21/5/2025).
Perry menjelaskan, kredit perbankan pada April 2025 tumbuh sebesar 8,88 persen, lebih rendah dibandingkan angka pada Maret 2025 sebesar 9,16 persen. Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit oleh bank/lending standard masih baik, terutama pada sektor pertanian, LGA (Listrik, Gas, dan Air), dan jasa sosial. Adapun kondisi likuiditas perbankan secara umum dinilai masih memadai.
“Namun pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) cenderung melambat dari 5,51 persen (yoy) pada awal Januari 2025 menjadi 4,55 persen (yoy) pada April 2025. Kondisi ini mendorong persaingan dalam pendanaan antar bank dan perlunya memperluas sumber pendanaan lainnya di luar DPK,” tuturnya.
Dari sisi permintaan, pertumbuhan kredit terutama dikontribusikan oleh sektor industri, pengangkutan, dan jasa sosial, sedangkan kontribusi pertumbuhan kredit sektor konstruksi dan perdagangan, serta sektor-sektor lainnya masih terbatas. Berdasarkan kelompok penggunaan, pertumbuhan kredit modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi, masing-masing sebesar 4,62 persen (yoy), 15,86 persen (yoy), dan 8,97 persen (yoy). Lalu, pembiayaan syariah tumbuh sebesar 8,85 persen (yoy), sementara kredit UMKM tumbuh sebesar 2,60 persen (yoy).
Sehingga, Perry mengungkapkan, perkembangan kredit hingga April 2025 tersebut membuat perkiraan pertumbuhan kredit perbankan oleh BI pada tahun ini berada di kisaran 8—11 persen.
“Ke depan, berbagai upaya perlu terus didorong untuk meningkatkan penyaluran kredit, baik dengan penurunan suku bunga dan perluasan sumber dana perbankan, maupun peningkatan permintaan dari sisi sektor riil, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi,” kata Perry.
Perry juga menyampaikan bahwa Bank Indonesia akan terus memperkuat kebijakan makroprudensial yang akomodatif untuk mendorong pertumbuhan kredit yang lebih tinggi. Termasuk mengoptimalkan instrumen Rasio Pendanaan Luar Negeri Bank (RPLN), Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM), dan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM).