REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR--Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), Fuad Rahmany menyatakan pihaknya sebagai regulator bursa di Indonesia, tidak bisa mengatur masalah penjatahan saham perdana atau initial public offering (IPO) emiten.
Keterbatasan Bapepam-LK ini juga sejalan dengan regulator bursa lainnya di dunia. "Secara internasional itu regulator tidak bisa ikut campur (mengatur penjatahan saham perdana). Hal ini karena wewenang ada pada pemegang saham (emiten) itu sendiri," katanya kepada wartawan di Denpasar, Bali, Jumat (29/10) malam.
Terkait kabar yang beredar bahwa saham perdana PT Krakatau Steel (KS) dijatahkan kepada oknum-oknum
pejabat, Fuad meminta agar publik jangan cepat menyimpulkan adanya indikasi kejahatan. Menurutnya, kabar itu mencuat lantaran ada sejumlah pihak yang tidak terima lantaran tidak bisa menyerap saham perdana KS.
"Enggak selalu ada kejahatan. Untuk itu jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan adanya kejahatan di situ (mengacu kepada penjatahab saham perdana KS). Menyoal alokasi (saham) di IPO KS ataupun rights issue PT Bank Negara Indonesia Tbk, itu tidak selalu negatif," lugasnya.
Sementara itu, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Ito Warsito, menambahkan terkait penjatahan saham perdana KS, mungkin saja terdapat pihak-pihak yang berusaha memperoleh keuntungan. "Ada pihak-pihak yang ingin memperoleh keuntungan dari alokasi lebih besar dari orang lain dengan berbagai cara. Misalnya mengatasnamakan ketua-ketua (instansi)," ungkapnya.
Secara umum, ujar Ito, bursa memiliki aturan terkait penjatahan saham perdana emiten. Selain itu, BEI juga tidak membenarkan alokasi saham hanya ditujukan kepada orang-orang atau institusi tertentu saja. Pasalnya, underwriter atau penjamin emisi IPO emiten, biasanya lebih menomorsatukan orang-orang (investor) yang memiliki rekening efek.
"Saya sebenarnya belum mendapatkan data-data resmi dari KS, karena BEI selaku regulator kan memang tidak ikut campur tentang penetapan harga (saham KS). Namun, bagi underwriter yang ingin dijaga ada dua, pertama memastikan alokasi jatah saham jatuh kepada investor berkualitas," jelas Ito.
Sementara itu, terkait harga saham perdana KS yang dibandrol cukup murah Rp 850 per lembar, ia melihat ada pertimbangan di belakangnya. Ito menuturkan banyak investor berkualitas, termasuk fund manager, perusahaan asruansi dan investor jangka panjang yang menawar tidak pada harga paling tinggi atau Rp 1.150 per lembar.
Sebaliknya, mereka yang baru bermain saham menawar hara saham IPO KS di batas atas atau harga tinggi. "Nah, yang menawa tinggi itu yang baru-baru main saham karena yakin bakal dapat jatah besar. Selepas IPO harganya langsung dijual di pasar sekunder. Sehingga membuat harga saham setelah IPO langsung menurun. Dan saat harganya jatuh maka kemungkinan saham tersebut tidak dilirik lagi oleh investor. Padahal perusahaan tentu tidak mau jika harganya jatuh pascaIPO," jelasnya.
Ito mengungkapkan kondisi seperti ini pernah terjadi pada saat secondary offering BNI di tahun 2007 silam.Dia menceritakan ketika itu banyak investor yang meminta dijatahkan saham BNI, tapi saat waktu pembayaran, investor tersebut tidak membayar. Akibatnya, underwriter harus merogoh kocek sebesar Rp 800 miliar untuk menutupi dana tersebut.
"Ya itu memang resikonya, maka kemungkinan harga saham KS ditetapkan hanya Rp 850 per saham arena untuk mencegah kemungkinan kasus secondary offering BNI tidak terulang," tandas Ito.