Senin 12 Jul 2010 03:08 WIB

Bapepam Perlu Gelar Perkara Kasus Matahari Putra Prima

Rep: agung budiono/ Red: taufik rachman

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Analis dari Independen Aspirasi Indonesia Research Institute, Yanuar Rizky menilai, Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) (Bappepam-LK) harus dapat membuktikan adanya dugaan insider trading (perdagangan dengan memanfaatkan informasi orang dalam) dari penjualan 90,76 persen saham PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) oleh PT Matahari Putra Prima Tbk (MPPA) dan terjadinya pembentukan harga yang fantastis atas transaksi itu.

Yanuar mengatakan, yang terjadi dalam penjualan saham itu adalah manipulasi pasar dan perdagangan orang dalam (berlapis) menipu dengan korban pembiayaan perbankan atas transaksi fiktif. Berdasarkan ketentuan dalam UU Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

"Dalam kasus ini terdapar sejumlah unsur pidana, yaitu unsur menipu (Pasal 90), unsur transaksi semu (Pasal 91)unsur orang dalam (Pasal 95), unsur transaksi orang dalam (Pasal 96), dan unsur keuntungan pihak tertentu (Pasal 92)," paparnya saat dihubungi Republika, Ahad.

Menurut Yanuar, transaksi ini terjadi antar pemegang saham yang dibiayai utang emiten ke perusahaan pemegang saham dan emiten mengambil utang ke Bank CIMB Niaga dan Standard Chartered. Bapepam, tegas dia, harus melakukan gelar perkara atas tidak terpenuhinya unsur menipu Pasal 91, transaksi semu dan persekongkolan untuk membentuk harga.

 Pasal 92 terkait informasi orang dalam yang melibatkan kecurigaan transaksi orang dalam (Pasal 95-96) secara terbuka di publik. "Gelar perkara ini biasa dilakukan Bapepam dunia, selain Indonesia. Jangan sampai alasan klasik seperti di AS sulit dibuktikan kasus-kasus insider trading menjadi pembenaran," tukasnya.

Sebelumnya, Bapepam LK juga telah meminta kerja sama Bank Indonesia (BI) terkait dengan transaksi penjualan saham MDS oleh MPPA ini. Hal itu lantaran adanya pinjaman dari konsorsium bank PT CIMB Niaga Tbk dan Standard Chartered Bank cabang Indonesia senilai Rp 3,25 triliun yang menjaminkan 98 persen saham MDS.

''Kami undang BI agar mereka tahu jika ada pinjaman tersebut. Jika pinjaman itu tidak ada masalah, ya tidak mengapa, kami tidak ada tendensi apapun apalagi membatalkan transaksi itu,'' ungkapnya.

Sebelum restrukturisasi, komposisi kepemilikan saham MDS terdiri atas MPPA sebanyak 90,76 persen, Pacific Asia Holding Ltd 7,24 persen, dan sisanya 2 persen milik publik. Kemudian MPPA membentuk perusahaan patungan bersama CVC Capital Partners bernama Meadows Asia Company (MAC) dengan komposisi kepemilikan MPPA 20 persen saham dan CVC sebanyak 80 persen.

MAC kemudian mengakuisisi 90,76 persen saham MDS milik MPPA dan membeli 7,24 persen saham milik Pasific Asia Holding Ltd pada harga Rp 2.705,33 per saham. Total nilai akuisisi MAC atas 98 persen saham MDS tersebut mencapai Rp 7,7 triliun. Melalui transaksi tersebut, MPPA mendapatkan dana segar sebesar Rp 7,164 triliun. Namun, dari akuisisi itu MPPA masih akan memiliki saham MDS secara tidak langsung melalui MAC.

Seperti diketahui, transaksi saham MPPA bergerak tidak wajar sejak akhir tahun 2009 hingga Februari 2010. Harga saham grup Lippo itu melonjak dari Rp 500an per lembar saham ke level Rp 2.700. Lonjakan harga yang signifikan tersebut memunculkan dugaan kuat adanya pembentukan harga dan insider trading.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement