SAMARINDA--Berdasarkan data dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), hingga akhir 2009, Indonesia mencatat realisasi investasi mencapai Rp 135,26 triliun. Realisasi ini terjadi saat terjadi krisis finansial global.
"Adanya nilai Rp 135 triliun itu berarti terjadi penurunan sebesar 12,3 persen dibanding 2008," ujar Direktur Pengembangan Iklim Penanaman Modal, Widyati saat menjadi pembicara dalam Workshop bertema `Membangun Komitmen Peningkatan Investasi Berbasis Sumber Daya Lokal` di Samarinda, Rabu (7/4).
Kehadiran Widyati sebagai pembicara yang digelar di Kantor Gubernur Kaltim itu mewakili M Azhari Lubis, Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal.
Menurut Widyati, realisasi investasi tersebut terdiri dari hasil Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) senilai Rp 37,8 triliun, dan Penanaman Modal Asing (PMA) senilai Rp97,47 triliun.
Jika dihitung berdasarkan presentasi, lanjut Widyati, maka untuk PMDN mengalami peningkatan sebesar 85,7 persen jika dibanding 2008 yang hanya senilai Rp 20,4 triliun. Sedangkan untuk PMA terjadi penurunan sebesar 27,2 persen dibanding tahun sebelumnya yang senilai Rp133,83 triliun.
Realisasi investasi 2009 tersebut menyerap tenaga kerja sebanyak 303.537 orang, atau mampu memberikan kontribusi sebesar 0,5 persen terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menurut Widyati, kinerja ini dapat memberikan kepastian terhadap iklim investasi dalam negeri. Dengan adanya perkembangan tersebut sehingga ia optimistis bahwa Indonesai masih diminati investor dengan dukungan kestabilan sosial.
Bukan hanya sosial, kata Widyati, kestabilan politik dan keamanan dari pemerintah serta masyarakat juga sangat mendukung terhadap perkembangan investasi. Ditambah lagi dengan kematangan reaksi para pelaku bisnis yang tidak cepat panik dalam menanggapi berbagai guncangan yang pernah terjadi.
Kemudian, lanjut Widyati, untuk menciptakan pertumbuhan dan mempercepat realisasi investasi di daerah, maka pemerintah telah memilih tujuh provinsi unggulan di Indonesia sebagai provinsi percontohan (regional champion) pada 2010.
Provinsi Kaltim merupakan salah satu dari tujuh provinsi yang terpilih sebagai daerah percontohan itu. Enam provinsi lainnya adalah Riau, Sumatra Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Provinsi Papua.
"Pemilihan itu menggunakan indikator perekonomian daerah, proyek investasi yang ditawarkan, peringkat daerah untuk memberikan iklim investasi kondusif, ketersediaan sumber daya, sarana dan prasarana, serta komitmen kepala daerah," tegas Widyati.