Senin 08 Dec 2025 19:32 WIB

Ekonom: Pemiskinan Massal Terjadi, Status Bencana Nasional Harus Segera Ditetapkan

Dampak ekonomi dan lingkungan disebut jauh lebih besar dari yang terlihat.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Gita Amanda
Kondisi kerusakan di Desa Garoga yang luluh lantak akibat diterjang banjir bandang dan tanah longsor di Tapanuli Selatan, Sabtu (6/12/2025). Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru, menjadi salah satu daerah paling parah terdampak bencana banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Desa itu luluh lantak dan hanya menyisakan hamparan tanah lumpur setelah diterjang banjir bandang dan longsor.
Foto: Edwin Putranto/Republika
Kondisi kerusakan di Desa Garoga yang luluh lantak akibat diterjang banjir bandang dan tanah longsor di Tapanuli Selatan, Sabtu (6/12/2025). Desa Garoga, Kecamatan Batang Toru, menjadi salah satu daerah paling parah terdampak bencana banjir dan longsor yang melanda Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Desa itu luluh lantak dan hanya menyisakan hamparan tanah lumpur setelah diterjang banjir bandang dan longsor.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dinilai sudah memicu pemiskinan massal. Pasalnya, bencana menghancurkan rumah warga sekaligus lahan produktif yang menjadi sumber kehidupan masyarakat.

Pakar Ekonomi Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menegaskan kerugian akibat bencana ini bukan sekadar kerusakan fisik. Ia menyebut rakyat kehilangan akumulasi modal yang dibangun dalam waktu panjang.

Baca Juga

“Bagi rakyat, membangun rumah itu adalah akumulasi modal jangka panjang. Begitu juga sawah dan ladang. Kini ribuan hancur karena banjir bandang dan longsor. Pemiskinan sudah otomatis terjadi. Ini mencakupi tiga provinsi yang tak kurang dari 10 juta penduduk,” kata Syafruddin dalam pesan singkat kepada wartawan beberapa waktu lalu.

Syafruddin mempertanyakan sikap pemerintah yang belum menetapkan status bencana nasional. “Banyak pertimbangan untuk tidak menetapkan status bencana nasional. Apa saja pertimbangan itu? Apa rakyat boleh tahu?” ujarnya. Menurut dia, status bencana nasional penting karena membuka percepatan anggaran pemulihan sekaligus memperkuat koordinasi lintas sektor di wilayah terdampak.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Ia juga menyoroti jarak antara fakta lapangan dan kebijakan yang lahir. “Data dan fakta lapangan yang dilaporkan jurnalis terkesan tidak menjadi input kebijakan,” kata Syafruddin. Dalam kondisi seperti ini, ia menilai warga yang kehilangan rumah dan mata pencaharian akan makin terjebak dalam kerentanan ekonomi.

Syafruddin menilai penetapan status bencana nasional perlu segera dilakukan agar pemulihan ekonomi warga tidak makin terlambat dan ancaman pemiskinan tidak bertambah dalam. Syafruddin pun mengkritik pernyataan pejabat ekonomi yang menyebut bencana tidak memengaruhi target nasional.

“Bagaimana pula seorang Menko Perekonomian (Airlangga Hartarto) berani menyebut tidak berpengaruh terhadap target pertumbuhan ekonomi nasional. Memangnya tiga provinsi itu selama ini tidak dihitung berkontribusi secara nasional? Kita sangat berharap para petinggi kita agak berempati memberi pernyataan,” tegasnya.

photo
Presiden Prabowo Subianto (ketiga kiri) didampingi Gubernur Aceh Muzakir Manaf (tengah) mencicipi makanan yang dimasak di dapur umum posko pengungsian bencana alam Desa Belee Panah, Bireuen, Aceh, Ahad (7/12/2025). Presiden mengecek langsung distribusi bantuan, posko pengungsian dan penanganan dampak banjir bandang serta longsor yang terjadi pada 25 November di Provinsi Aceh. - (ANTARA FOTO/Irwansyah Putra)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement