REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dosen FEB Universitas Andalas, Fajri Muharja, menyoroti kelambanan pemerintah pusat dalam menangani bencana di Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar). Fajri menyampaikan situasi terkini masih banyak masyarakat yang belum mendapat bantuan dan akses jalan yang terputus.
“Buktinya sampai hari ini masih ada juga jenazah yang belum bisa terangkat dari dalam mobil, masih ada mobil yang tidak bisa diakses,” ujar Fajri saat diskusi publik bertajuk “Bencana Sumatra Menguji, Ekonomi Perlu Solusi” di Jakarta, Senin (8/12/2025).
Fajri meminta pemerintah segera menetapkan status tersebut agar bantuan internasional bisa segera masuk ke wilayah bencana. Menurutnya bencana ini tak luput dari kesalahan pemerintah dalam melindungi keasrian hutan. Ia mengatakan kebijakan pemerintah mengubah status penggunaan hutan lindung untuk pengembangan ekonomi berdampak besar bagi kerusakan alam.
“Itulah aturan yang dibuat Kementerian Kehutanan yang menyebabkan hutan itu jadi rusak, ditambah lagi cuaca ekstrem. Jadi pemerintah harus bertanggung jawab,” sambung dia.
Fajri menyampaikan Pemda memiliki keterbatasan fiskal akibat kebijakan efisiensi pemerintah pusat. Ia menyebut hal tersebut membuat pemda tak memiliki kecukupan dana darurat untuk penanganan bencana.
“Kita tidak punya duit, tapi tidak mau mengajak lembaga-lembaga internasional ikut terlibat dalam penanggulangan bencana kalau dinaikkan statusnya jadi status bencana nasional,” ucap Fajri.
Fajri membandingkan situasi penanganan gempa dan tsunami Aceh yang berstatus bencana nasional. Ia mengatakan dukungan bantuan bergerak cepat, baik dari dalam maupun luar negeri.
Ia mengingatkan bantuan saat tsunami Aceh relatif lebih mudah masuk melalui jalur laut lantaran wilayah terdampak berada di pesisir. Fajri menyebut situasi saat ini berbeda karena lokasi terdampak berada di sejumlah titik darat yang terhalang oleh putusnya akses jalan sehingga menyulitkan masuknya bantuan.
“Waktu tsunami Aceh, NGO itu masuk lewat laut dengan kapal-kapal kecil. Tiga sampai empat hari bantuan sudah masuk. Ini sekarang sudah 10 hari, masuk ke tengah hutan betapa sulitnya melewati daerah-daerah pegunungan yang terjal,” kata Fajri.
Peneliti Indef, Dhenny Yuartha Junifta, mengatakan pemerintah pusat sudah sepantasnya mengerahkan sumber daya fiskal dalam membantu penanganan di tiga provinsi di Sumatra tersebut. Dhenny menilai ketiadaan status bencana nasional membuat beban alokasi anggaran bertumpu pada pemda masing-masing.
“Idealnya memang pemerintah pusat harus turun, jadi pembagian beban dari penanganan bencana itu tidak lagi berdasarkan administrasi kewenangannya, tapi bagaimana risiko itu dihadapi pemerintah daerah,” kata Dhenny.