REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemisahan aset dan bisnis infrastruktur PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk ke entitas InfraCo atau Telkom Infrastructure Future (TIF) dinilai menjadi langkah strategis untuk mempercepat pemerataan layanan digital nasional. Inisiatif ini diharapkan menjawab kesenjangan akses internet yang masih terjadi di wilayah pelosok dan kawasan 3T.
Indonesia masih menghadapi ketimpangan konektivitas digital meski kebutuhan internet telah menjadi bagian penting kehidupan masyarakat. Anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Golkar Gde Sumarjaya Linggih menilai pemisahan bisnis infrastruktur Telkom ke InfraCo/TIF dapat menjadi fondasi bagi percepatan pembangunan ekosistem digital yang lebih merata.
“Kesenjangan digital adalah masalah mendesak. Inisiatif pemisahan aset Telkom menjadi InfraCo/TIF diharapkan dapat memberikan dampak yang luas bagi masyarakat, terutama dalam memastikan pemerataan akses layanan yang optimal di seluruh pelosok negeri,” kata Gde Sumarjaya Linggih di Jakarta, Senin (8/12/2025).
Ia menambahkan, sektor ekonomi digital diproyeksikan menjadi motor pertumbuhan nasional. Sentralisasi pengelolaan infrastruktur di bawah InfraCo/TIF dinilai dapat meningkatkan efisiensi, memperkuat fokus bisnis, dan memperluas dampaknya terhadap aktivitas ekonomi masyarakat.
“Dengan infrastruktur yang lebih terfokus dan efisien di bawah InfraCo/TIF, kita berharap tercipta ekosistem digital yang lebih kuat dan mampu mendukung lonjakan aktivitas ekonomi digital di berbagai daerah,” ujar Gde Sumarjaya.
Salah satu agenda penting dari pembentukan InfraCo/TIF adalah mendorong kebijakan berbagi pakai infrastruktur atau infrastructure sharing antarpelaku industri telekomunikasi. Kebijakan ini dinilai memberikan peluang efisiensi sekaligus mempercepat pembangunan jaringan di daerah yang belum terlayani.
“Prinsip infrastructure sharing adalah kunci. Ini akan mendorong efisiensi industri secara signifikan, memungkinkan perluasan layanan yang lebih cepat, dan yang terpenting, mempercepat pemerataan akses digital di seluruh Indonesia,” ujarnya.
Ia menilai mekanisme berbagi aset dapat mengurangi praktik duplikasi investasi di lokasi yang sama dan memungkinkan operator mengalihkan modal untuk memperluas jangkauan layanan ke wilayah prioritas. “Daripada setiap operator membangun infrastruktur yang sama di lokasi yang sama, lebih baik aset ini dibagi pakai, sehingga investasi bisa difokuskan pada perluasan jangkauan ke wilayah yang belum terlayani,” kata Gde Sumarjaya.
Pembentukan InfraCo/TIF juga sejalan dengan kebijakan penataan BUMN atau streamlining yang dicanangkan pemerintah untuk memperkuat tata kelola dan kinerja operasional BUMN. Langkah ini diharapkan mempercepat optimalisasi aset, meningkatkan konektivitas 3T, serta memperkuat ekosistem ekonomi digital nasional.
Telkom dijadwalkan menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 12 Desember 2025 guna memutuskan agenda strategis terkait restrukturisasi bisnis dan pemisahan infrastruktur tersebut. Gde menyampaikan harapannya agar keputusan yang diambil berbasis kepentingan publik.
“Harapan kami adalah RUPSLB ini dapat memastikan langkah strategis penguatan struktur bisnis dan pemisahan infrastruktur Telkom berjalan optimal. Keputusan yang diambil harus mampu memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat melalui pemerataan akses digital yang berkualitas, serta memperkuat industri telekomunikasi nasional agar semakin kompetitif dan efisien,” ujarnya.
Dia mengatakan, Komisi VI DPR RI akan terus mengawal inisiatif ini sebagai bagian dari upaya kolaboratif pemerintah, BUMN, dan parlemen dalam mengatasi kesenjangan digital di Indonesia.