REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) mengalokasikan anggaran sebesar Rp 75.986.474.452 untuk membantu biaya hidup mahasiswa dan dosen terdampak bencana banjir dan longsor di Sumatera. Pemberian bantuan biaya hidup tersebut merupakan salah satu program dalam menanggulangi dampak bencana, terutama terhadap pendidikan tinggi di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh.
“Kami juga memberikan bantuan biaya hidup bagi mahasiswa dan dosen terdampak bencana alam dengan total anggaran Rp 75.986.474.452,” kata Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek) Fauzan dalam rapat kerja (raker) bersama Komisi X DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Selain bantuan biaya hidup, lanjutnya, Kemendiktisaintek juga menghadirkan program pengabdian kepada masyarakat tanggap darurat bencana dengan total pendanaan sebesar Rp 46.535.820.000. Berikutnya terdapat pula program penggalangan dana dan pengadaan bantuan langsung.
“Ini kami menggerakkan dari seluruh jajaran PTN, LLDIKTI, dan jajaran Kemendiktisaintek,” ujar Wamendiktisaintek Fauzan. Dari penggalangan dana dan pengadaan bantuan langsung itu, lanjut dia, terkumpul bantuan sebesar Rp 7.071.500.000.
Dalam kesempatan yang sama, Wamendiktisaintek Fauzan menyebutkan Kemendiktisaintek mencatat per 6 Desember pukul 21.00 WIB terdapat 60 perguruan tinggi yang terdampak bencana banjir dan longsor di Sumatera. Enam puluh perguruan tinggi itu terdiri atas 4 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan 27 Perguruan Tinggi Swasta (PTS) di Aceh; 1 PTN dan 13 PTS di Sumatera Utara; serta 9 PTN dan 6 PTS di Sumatera Barat.
Wamendiktisaintek Fauzan mengatakan sebagian besar kegiatan belajar mengajar di daerah terdampak bencana terhenti karena kondisi akses, lokasi, dan sivitas akademika yang mengungsi. Dari seluruh PTN dan PTS itu, lanjut dia, terdapat 1.306 dosen dan 18.824 mahasiswa yang menjadi korban terdampak bencana banjir dan longsor di Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat.
Ia menyampaikan data umum dari Kemendiktisaintek menunjukkan adanya sejumlah kerusakan sarana dan prasarana pendidikan, meliputi fasilitas pembelajaran di kelas, komputer, laptop, bangunan dan ruang belajar yang rapuh dan ambruk, listrik serta jaringan internet yang mati dan terputus, akses jalan yang tertutup, serta kerusakan fasilitas penunjang seperti laboratorium.
“Ini adalah kondisi identifikasi yang selama ini kita lakukan dalam skema tahap penanggulangan darurat,” ujar Wamendiktisaintek Fauzan.