Rabu 20 Aug 2025 22:07 WIB

Ekonom Ungkap BI Masih Punya Ruang Pangkas Suku Bunga ke Level 4,5 Persen

Keputusan ini didasarkan pada rendahnya prakiraan inflasi.

Petugas keamanan melintas di dekat logo Bank Indonesia (BI).
Foto: Republika/Prayogi
Petugas keamanan melintas di dekat logo Bank Indonesia (BI).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai Bank Indonesia (BI) masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) hingga 50 basis poin (bps) ke level 4,5 persen pada akhir 2025.

Penilaian tersebut sejalan dengan keputusan Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Agustus 2025 yang kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5 persen. Keputusan ini didasarkan pada rendahnya prakiraan inflasi, terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, serta perlunya dukungan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga

“Kondisi kestabilan sektor keuangan yang tercapai saat ini, dengan adanya stabilitas rupiah, akan terus memberikan ruang penurunan suku bunga di tengah isu pelemahan daya beli,” ujar Fakhrul dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (20/8/2025).

Meski demikian, ia mengingatkan adanya risiko yang perlu diwaspadai, terutama terkait volatilitas harga pangan. Fakhrul menyoroti kesiapan pemerintah dalam menjaga rantai pasok seiring peningkatan kebutuhan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang ditargetkan mencapai 32 ribu dapur pada November 2025.

“Tanpa eksekusi yang tepat terkait rantai pasok, kenaikan inflasi pangan akan menjadi fenomena tersendiri. Pemerintah harus mulai bersiap dari sekarang,” ujarnya.

Dari sektor keuangan, Fakhrul melihat pasar saham masih akan mendapat dorongan positif dari tren pemangkasan suku bunga. Ia memperkirakan saham perbankan menjadi motor penggerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menuju level 8.000.

Selain itu, ia memproyeksikan nilai tukar rupiah dapat menguat ke Rp15.800 per dolar AS pada kuartal III 2025, sebelum kembali menguat lebih jauh ke Rp15.500 per dolar AS di akhir tahun. Penguatan ini, kata dia, akan ditopang oleh realokasi cadangan devisa negara-negara surplus Asia dari US Treasury ke instrumen negara mitra dagang, termasuk obligasi pemerintah Indonesia.

Namun demikian, ia juga menyoroti sejumlah risiko eksternal seperti potensi penguatan mata uang yuan, ketidakpastian geopolitik, serta lambatnya transmisi kebijakan moneter ke sektor perbankan.

Sementara itu, dari sisi global, Fakhrul memperkirakan bank sentral Amerika Serikat (The Fed) akan memangkas suku bunga acuan 2–3 kali pada 2025, masing-masing sebesar 25 bps. Hal itu dinilai memberi ruang tambahan bagi kebijakan moneter Indonesia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement