REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengkhawatirkan dampak harga dan permintaan komoditas di pasar internasional terhadap potensi penerimaan negara. Dari data terkini yang dipantau CSIS, ada penurunan harga dan juga penurunan permintaan ekspor komoditas dari Indonesia.
Hal ini disampaikan Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri dalam acara CSIS Media Briefeing: RAPBN 2026 Menimbang Janji Politik di Tengah Keterbatasan Fiskal, Senin (18/8/2025). Turut berbicara di diskusi itu adalah peneliti senior dari Departemen Ekonomi CSIS Deni Friawan dan peneliti Departemen Ekonomi CSIS Riandy Laksono.
Yose membuka pemaparannya dengan mengacu pada pidato RAPBN Presiden Prabowo Subianto yang menargetkan pertumbuhan ekonomi 2026 sebesar 5,4 persen. Sementara dari proyeksi lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF) justru menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dari tadinya 5,1 persen menjadi 4,8 persen tahun depan.
Proyeksi ini akan memengaruhi penerimaan dan belanja pemerintah. Yose mengatakan, ia menyoroti tren penurunan di dalam harga dan permintaan komoditas ekspor Indonesia beberapa bulan terakhir. Indeks harga rata-rata dari berbagai komoditas unggulan Indonesia seperti CPO, batubara, nikel, dan gas alam.
"Empat komoditas ini mencakup sekitar 40 persen dari ekspor Indonesia. Dan keempatnya sudah mengalami pelemahan harga yang sangat cukup dalam dibandingkan dua atau tiga tahun lalu. Dan ini akan terus berlangsung pelemahan ini. Dan disamping pelemahan harga kita juga melihat adanya pelemahan permintaan," kata Yose Rizal.
Ia tegaskan, kedua hal itu amat berpengaruh pada perekonomian. Karena dari catatan CSIS, hubungan antara harga komoditas dan pertumbuhan ekonomi itu cenderung positif. "Kalau harga komoditas naik, pertumbuhan ekonomi kita juga naik. Tetapi juga kebalikannya, kalau harga komoditas turun kemungkinan pertumbuhan ekonomi kita juga akan turun," kata dia.
Sehingga CSIS melihat pemerintah akan sangat sulit mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4 persen di tahun depan.
Lebih lanjut, yang akan terimbas dari harga komoditi dan permintaan ekspor adalah penerimaan negara. Kalau kedua faktor ini turun, maka kata Yose Rizal, pemerintah akan kesulitan memenuhi target penerimaan pajak ekspor.