Senin 21 Jul 2025 18:52 WIB

Dapat Tarif 19 Persen, Kemenkeu Yakin Produk RI Lebih Kompetitif di AS

Pelaku industri dinilai bisa lebih agresif meningkatkan produksi untuk ekspor.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Satria K Yudha
Siluet sejumlah anak bermain dengan latar belakang aktivitas bongkar muat peti kemas di New Priok Container Terminal One, Jakarta, Selasa (1/7/2025). Badan Pusat Statistik menyatakan Indonesia memperoleh surplus neraca perdagangan sebesar 4,30 miliar dolar AS pada Mei 2025 yang diraih berdasarkan perhitungan nilai ekspor sebesar 24,61 miliar dolar AS, dikurangi impor sebesar 20,31 miliar dolar AS di periode yang sama sekaligus mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
Siluet sejumlah anak bermain dengan latar belakang aktivitas bongkar muat peti kemas di New Priok Container Terminal One, Jakarta, Selasa (1/7/2025). Badan Pusat Statistik menyatakan Indonesia memperoleh surplus neraca perdagangan sebesar 4,30 miliar dolar AS pada Mei 2025 yang diraih berdasarkan perhitungan nilai ekspor sebesar 24,61 miliar dolar AS, dikurangi impor sebesar 20,31 miliar dolar AS di periode yang sama sekaligus mencatatkan surplus selama 61 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah meyakini tarif ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sebesar 19 persen akan mendorong daya saing produk dalam negeri. Apalagi, tarif untuk Indonesia lebih rendah dibandingkan banyak negata ASEAN.

Keunggulan tarif ini diperkirakan berdampak signifikan bagi sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur. “Dengan adanya keberhasilan tim dalam negosiasi, kita mendapatkan deal yang relatif lebih baik dari banyak negara lain. Sehingga peluang ini yang akan kita manfaatkan,” kata Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu di Jakarta, Senin (21/7/2025).

Baca Juga

Tarif ekspor Indonesia ke AS ditetapkan sebesar 19 persen, terendah di antara negara-negara ASEAN yang mencatat surplus dagang dengan AS.

Vietnam dan Filipina dikenai tarif 20 persen, sementara Thailand dan Malaysia mendapat beban tarif yang lebih tinggi, antara 25 hingga 36 persen.

Ia menjelaskan, tarif yang lebih rendah memungkinkan produk Indonesia dipasarkan dengan harga lebih kompetitif di pasar Amerika tanpa mengurangi margin usaha. “Kita melihat teman-teman pelaku usaha juga sangat menyambut baik tarif yang lebih rendah dibandingkan banyak negara lain tersebut,” ujarnya.

Menurut Febrio, kinerja ekspor Indonesia ke AS telah tumbuh dua digit pada semester pertama 2025. Pemerintah berharap tren ini berlanjut di paruh kedua tahun.

“Ekspor yang sudah berjalan double digit di paruh pertama pertumbuhannya ke Amerika itu kita harapkan bisa berlanjut di paruh kedua 2025 ini. Jadi ini berita yang sangat positif. Kita berharap bisa menggunakan momentum ini,” tuturnya.

Penurunan tarif diperkirakan akan memberikan dorongan signifikan pada sektor industri padat karya yang menjadi penyerap tenaga kerja besar di banyak daerah. Dengan beban tarif lebih ringan, pelaku industri dinilai bisa lebih agresif meningkatkan produksi untuk ekspor.

Sektor teknologi juga disebut ikut terdampak positif. Febrio mencontohkan, ekspor mesin dan perangkat elektronik seperti router berpotensi tumbuh seiring dengan tarif yang lebih menguntungkan.

“Yang nomor satu justru adalah mesin, terutama bentuknya adalah router elektronik. Nah, itu juga kita berharap, karena dengan tarifnya yang lebih favorable, itu bisa terus berlanjut,” katanya.

Ia menambahkan, tarif baru sebesar 19 persen telah diumumkan secara resmi oleh Presiden AS Donald Trump dalam pertemuannya dengan Presiden Prabowo Subianto. “Itu nanti kita lihat perkembangannya. Tapi memang yang sudah diumumkan kan 19 persen,” ucapnya.

Kekhawatiran soal potensi berkurangnya penerimaan negara akibat penurunan bea masuk ditepis oleh Febrio. Ia menilai dampaknya terhadap fiskal relatif kecil.

“Itu tidak signifikan. Kita biasanya efektifnya dari Amerika itu sekitar 2–3 persen totalnya untuk tarifnya. Jadi itu tidak terlalu besar,” kata dia.

Tarif tersebut, lanjutnya, hanya mewakili sebagian kecil dari total nilai impor Indonesia dari AS. Sementara manfaatnya terhadap ekspor dan penguatan industri dalam negeri dinilai jauh lebih besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement