REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan sejumlah perusahaan asal Amerika Serikat (AS) mendirikan data center di Indonesia. Jumlahnya, menyentuh angka 12.
Ini dalam kaitan dengan penguatan keamanan data pribadi warga negara Indonesia. Semua data-data tersebut pengelolaannya diawasi oleh otoritas RI, mengacu pada hukum nasional tentang perlindungan data pribadi. RI-AS sepakat membuat protokol untuk menjamin hal itu.
"Untuk itu sudah 12 perusahaan Amerika Serikat mendirikan data center di Indonesia. Jadi artinya mereka juga sudah comply (mematuhi) dengan regulasi yang diminta oleh Indonesia," kata Airlangga, dalam konferensi pers di kantornya, di Jakarta, dikutip Jumat (25/7/2026).
Ia memerinci 12 perusahaan tersebut antara lain, Amazon Web Services (AWS) di Jawa Barat (Jabar) berupa infrastruktur fisik, Micosoft di Jabar berupa infrastruktur fisik, Equinix di Jakarta berupa infrastruktur fisik, EdgeConneX di Jabar berupa infrastruktur fisik. Oracle masih dalam perencanaan di Batam. "Juga sekarang kolokasi di DayOne. Tetapi mereka akan ekspansi yang mereplikasi yang ada di Johor. Jadi mereka menargetkan investasi bisa sampai dengan 6 miliar dolar AS," ujar Airlangga.
Selanjutnya, Digital Realty di Jakarta berupa kolokasi dengan Digital Infrastructure Asia (BDIA), Google Cloud di Jakarta berbentuk kolokasi dengan Data Center Indonesia (DCI), WowRack di Jakarta dan Surabaya berupa infrastruktur fisik, Akamai di Jakarta berbentuk infrastruktur fisik. Kemudian CloudFlare di Jakarta, Denpasar, dan Yogyakarta berupa infrastruktur fisik, Braze di Jakarta berbentuk infrastruktur fisik dan kerja sama dengan AWS, Anaplan Unlimited di Jakarta berupa infrastruktur fisik yang merupakan kerja sama dengan AWS.
Airlangga menjelaskan pada dasarnya sebaran data pribadi berkaitan dengan praktik individu saat mendaftar di Google, Bing, melakukan transaksi di e-commerce, membuat email, akun media sosial, dan sebagainya. "Itu kan data yang diunggah sendiri. Tentu ini data pribadi, dan bagi kesepakatan Indonesia dan AS adalah membuat protokol untuk itu," kata Menko Perekonomian.
Ia melanjutkan, finalisasinya adalah bagaimana menciptakan pijakan hukum untuk mengatur hal tersebut. Tentunya lewat aturan yang sah, aman, dan terukur untuk Tata Kelola Lintas Data Pribadi Antarnegara. "Ini akan menjadi dasar hukum yang kuat untuk perlindungan data pribadi warga negara Indonesia ketika menikmati layanan cross-border," ujar Airlangga.
Layanan cross-border ini, jelas dia, tidak hanya dengan AS tetapi juga dengan berbagai negara lain. Indonesia telah menyiapkan protokol serupa di kawasan digital Nongsa, Batam, Kepulauan Riau. Di kawasan tersebut, syarat keamanannya bahkan tidak hanya dari segi digital, tetapi juga fisikal.
"Jangan sampai ada orang masuk, misalnya ke data center tanpa izin, kemudian mengambil server atau mengambil data," tutur Airlangga.
Menko Perekonomian juga menyinggung aktivitas transaksi digital menggunakan MasterCard, Visa, dan sebagainya. Ada pemakaian data dalam sistem pembayaran, yang menunjukkan betapa pentingnya pengamanan atas hal tersebut.
"Diperlukan protokol yang kuat untuk melindungi data dalam bertransaksi, baik itu digunakan melalui cloud computing, maupun ke depannya, akan semakin banyak lagi penggunaan AI," kata Airlangga.