Rabu 23 Apr 2025 22:30 WIB

Pertumbuhan Kredit Perbankan Turun Jadi Single Digit, Begini Kata BI  

Tercatat, pertumbuhan kredit pada Maret 2025 sebesar 9,16 persen.

Rep: Eva Rianti / Red: Gita Amanda
 Pertumbuhan kredit perbankan pada Maret 2025 mengalami penurunan hingga tidak mencapai angka double digit. (iustrasi)
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pertumbuhan kredit perbankan pada Maret 2025 mengalami penurunan hingga tidak mencapai angka double digit. (iustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan kredit perbankan pada Maret 2025 mengalami penurunan hingga tidak mencapai angka double digit. Bank Indonesia (BI) menyampaikan sejumlah bank memang tengah menghadapi kendala dalam mendongkrak pendanaan, sehingga bank sentral Indonesia terus mencermati untuk kemudian mengambil langkah-langkah strategis. 

Tercatat, pertumbuhan kredit pada Maret 2025 sebesar 9,16 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan angka pada Februari 2025 sebesar 10,30 persen (yoy). BI diketahui memproyeksikan pertumbuhan kredit perbankan berkisar antara 11-13 persen pada 2025.

Baca Juga

Pada Maret 2025, BI mencatat pertumbuhan kredit investasi masih relatif tinggi yakni 13,36 persen (yoy). Sedangkan pertumbuhan kredit konsumsi dan kredit modal kerja masing-masing sebesar 9,32 persen (yoy) dan 6,51 persen (yoy). 

“Dari sisi penawaran, minat penyaluran kredit (lending standard) dan kondisi likuiditas masih memadai, meskipun sejumlah bank mulai menghadapi kendala dalam meningkatkan pendanaan baik Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun sumber lainnya untuk penyaluran kredit,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) April 2025 yang digelar secara daring, Rabu (23/4/2025). 

Adapun, dari sisi permintaan, Perry menuturkan, kontribusi pertumbuhan kredit terutama didukung pada sektor industri, pertambangan, dan jasa sosial. Sementara kontribusi pertumbuhan kredit pada sektor konstruksi dan perdagangan masih kurang optimal.

Dalam kesempatan yang sama, Deputi Gubernur BI Juda Agung mengklaim bahwa perlambatan pertumbuhan kredit perbankan yang terjadi pada Maret 2025 bukan mencerminkan kondisi melemahnya intermediasi perbankan. “Kita lihat perlambatan ini belum mencerminkan pelemahan yang mendasar pada intermediasi perbankan karena kalau kita lihat dari sisi minat perbankan masih cukup tinggi,” ujar Juda. 

Ia menyebut, indeks lending standard (ILS) berupa persyaratan-persyaratan kredit seperti agunan, bunga, serta persyaratan lainnya belum menunjukkan tanda-tanda pengetatan. Juda juga mengatakan bahwa hingga saat ini bank belum terlalu selektif terhadap persyaratan-persyaratan kredit. 

“Dari sisi likuiditas, alat likuid perbankan terhadap DPK kan masih sekitar 26 persen, artinya peluangnya masih ada. Memang ada bank-bank tertentu yang LDR (loan to deposit ratio)-nya sudah tinggi, AL DPK (alat likuid terhadap DPK) relatif masih rendah, tetapi demand terhadap kreditnya tinggi, dia bisa ambil dana dari luar, dana non DPK,” jelasnya. 

Juda menuturkan, ada peningkatan dari beberapa bank yang memang dari sisi DPK atau pendanannya sudah mengalami pengurangan dari dalam negeri, sehingga mengambil dari luar negeri. 

Ke depan, Juda mengaku perlu mencermati sejumlah sektor tertentu agar bisa lebih optimal, seperti sektor perdagangan dan konstruksi yang pertumbuhan kreditnya rendah. 

“Kita akan terus cermati dan melakukan berbagai langkah, termasuk beberapa penguatan kebijakan insentif likuiditas makroprudensial (KLM) dan pelonggaran atau penguatan untuk pendanaan dari dana-dana non DPK,” terangnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement