Kamis 21 Aug 2025 11:50 WIB

BI Optimistis Ekspor RI Tetap Tumbuh Meski Dikenai Tarif 19 Persen AS

Devisa hasil ekspor dongkrak optimisme BI.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti.
Foto: Republika.co.id/Erik Purnama Putra
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) menilai kinerja ekspor Indonesia akan tetap tumbuh positif, meski ada pemberlakuan pengenaan tarif Amerika Serikat (AS) sebesar 19 persen terhadap barang yang diekspor dari Indonesia. Optimisme itu sejalan dengan diberlakukannya devisa hasil ekspor (DHE) SDA yang mampu mendongkrak ekspor. 

"Setelah diberlakukannya PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 8 Tahun 2025 di bulan Mei yang lalu, kita melihat ekspor kita memang kebetulan bagus performance-nya beberapa bulan terakhir ini. Dan ternyata dananya yang masuk ke kita juga besar," ungkap Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulan Agustus 2025, Rabu (20/8/2025). 

Baca Juga

Destry mengatakan, adanya beleid tersebut makin memungkinkan eksportir melakukan konversi mata uang ke rupiah, sejalan dengan kebutuhan para eksportir terhadap Mata Uang Garuda. 

"Kalau kita lihat, conversion rate mereka itu sekarang sudah mencapai 79,9 persen, jadi hampir 80 persen dari nett export," ungkapnya. 

Cerminan conversion rate tersebut tercermin di pasar valuta asing (valas). Destry menyebut terdapat banyak suplai valas dari beberapa korporasi. 

"Kita coba tanya ke mereka seberapa jauh kebutuhan mereka untuk rupiah. Jadi ternyata mayoritas perusahaan-perusahaan komoditi itu memang sangat membutuhkan rupiah untuk operasional mereka di sini. (Misalnya) beberapa perusahaan pertambangan sekitar 70-80 peresen memang butuh untuk konversi," jelasnya. 

Destry melanjutkan, ke depan, mengenai adanya penerapan tarif resiprokal AS, BI optimistis hal itu tidak berpengaruh signfikan dalam menekan kinerja ekspor Indonesia. Sebab besaran tarif yang dikenai terhadap barang atau komoditas dari Indonesia terbilang lebih rendah dibangkan beberapa negara lainnya. 

"Memang ada tarif 19 persen, tapi kalau kita bandingkan dengan beberapa negara lain di Indonesia, ini cukup reasonable. Sehingga ruang untuk ekspor kita tumbuh juga masih ada cukup besar. Nah ini yang juga membuat kenapa nett supply dari valas kita meningkat," terangnya. 

Menurut catatan BI, transaksi valas per Rabu (20 Agustus 2025) telah mencapai hingga 9-10 miliar dolar AS per hari. Itu termasuk transaksi spot, DNDF (domestic non deliverable forward), serta transaksi today-tomorrow.

"Kemudian juga yang kami lihat dari peningkatan valas adalah banyaknya dana-dana bank yang masuk di dalam instrumen kita SVBI (sekuritas valuta asing Bank Indonesia)," tuturnya. 

Destry menyampaikan, BI mencatat, outstanding SVBI saat ini telah mencapai 4,6 miliar dolar AS. "Yang saya rasa ini akan sangat bagus karena juga akan menambah cadangan devisa kita," tutup Destry. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement