Rabu 23 Apr 2025 17:43 WIB

Imbas Tarif AS, BI Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2025 di Bawah 5,1 Persen

Pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal I 2025 masih terjaga.

Rep: Eva Rianti/ Red: Friska Yolandha
Pekerja kantoran berjalan usai makan siang di salah satu warung di Kawasan Perkantoran Setiabudi, Jakarta, Senin (7/4/2025). Setelah libur Lebaran, kawasan kuliner dan warung makan di sekitar perkantoran tersebut mulai kembali buka dan ramai, hal ini  seiring dengan kembalinya sebagain para pekerja swasta yang mulai masuk kerja pada hari ini. Namun juga ada beberapa pedagang saat ini yang belum membuka warungnya. Kondisi ini membuat pedagang yang telah buka kebanjiran pelanggan yang makan siang.
Foto: Republika/Prayogi
Pekerja kantoran berjalan usai makan siang di salah satu warung di Kawasan Perkantoran Setiabudi, Jakarta, Senin (7/4/2025). Setelah libur Lebaran, kawasan kuliner dan warung makan di sekitar perkantoran tersebut mulai kembali buka dan ramai, hal ini seiring dengan kembalinya sebagain para pekerja swasta yang mulai masuk kerja pada hari ini. Namun juga ada beberapa pedagang saat ini yang belum membuka warungnya. Kondisi ini membuat pedagang yang telah buka kebanjiran pelanggan yang makan siang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini berada di bawah 5,1 persen. Proyeksi itu diperkirakan akibat terimbas kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.

“Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2025 sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7—5,5 persen, dipengaruhi dampak langsung kebijakan tarif AS yang menurunkan ekspor Indonesia ke AS dan dampak tidak langsung akibat penurunan permintaan ekspor dari mitra dagang lain Indonesia, terutama China,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Konferensi Pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) April 2025 yang digelar secara daring, Rabu (23/4/2025). 

Baca Juga

Sejauh ini, Perry mengungkapkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga kuartal I 2025 masih terjaga. Menurut catatannya, konsumsi rumah tangga masih tumbuh positif didukung keyakinan pelaku ekonomi dan kondisi penghasilan yang secara umum masih stabil. Belanja pemerintah terkait pemberian tunjangan hari raya (THR), belanja sosial, dan insentif lainnya serta kenaikan permintaan musiman selama perayaan Idulfitri 1446 Hijriyah turut mendukung konsumsi rumah tangga. 

Ia menyebut, investasi, khususnya nonbangunan tetap menopang pertumbuhan ekonomi, tecermin dari meningkatnya impor barang modal, terutama alat-alat berat. Ekspor nonmigas pada kuartal I 2025 meningkat terutama ditopang komoditas manufaktur, seperti mesin serta besi dan baja, ke negara-negara Asean. 

Namun, untuk kuartal-kuartal berikutnya, kemungkinan bisa terjadi goncangan terhadap kondisi kestabilan perekonomian nasional, akibat kondisi ketidakpastian global. 

“Ke depan, kebijakan tarif resiprokal AS dan langkah retaliasi yang ditempuh China dan kemungkinan dari negara lain, dapat memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia,” ungkapnya.

Sejak Presiden AS Donald Trump menggaungkan tarif yang tinggi, BI telah mencermati perkembangannya hingga saat ini. Berdasarkan pengamatan dan analisis BI, kebijakan tarif AS akan menyebabkan terjadinya perlambatan ekonomi global. 

Perry menyebut, pengumuman kebijakan tarif resiprokal AS awal April 2025, serta langkah retaliasi oleh China, dan kemungkinan dari sejumlah negara lain meningkatkan fragmentasi ekonomi global dan menurunnya volume perdagangan dunia. 

“Akibatnya, pertumbuhan ekonomi dunia pada tahun 2025 diperkirakan akan menurun dari 3,2 persen menjadi 2,9 persen.  Sementara itu untuk tahun 2026 akan menurun dari 3,1 persen menjadi juga 2,9 persen,” ungkapnya. 

Dampak terbesar, lanjut Perry yakni terhadap ekonomi AS. Sejumlah perhitungan memproyeksikan ekonomi AS akan melambat dari 2,2 persen menjadi 1,7 persen. Bahkan beberapa pelaku pasar memprediksi probabilitas resesi di AS adalah sekitar 60 persen.  

“AS tidak hanya pertumbuhan ekonomi yang melambat, tapi juga inflasi yang akan meningkat,” tuturnya. 

Kondisi perlambatan ekonomi juga diprediksi bakal terjadi di China, atas kebijakan retaliasi yang cukup masif dilakukan sebagai bentuk balasan terhadap tarif AS yang agresif terhadap Beijing. Eva Rianti 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement