Kamis 17 Apr 2025 20:54 WIB

Ekonomi Digital Tumbuh Pesat, Masyarakat Kian Enggan Transaksi Tunai

Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah dalam aspek literasi keuangan.

Kegiatan UOB Media Editors Circle di UOB Plaza, Jakarta, Kamis (17/4/2025).
Foto: Satria Kartika Yudha/Republika
Kegiatan UOB Media Editors Circle di UOB Plaza, Jakarta, Kamis (17/4/2025).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketergantungan masyarakat terhadap layanan digital terus meningkat seiring dengan perubahan perilaku dalam bertransaksi keuangan. Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan, masyarakat kini lebih memilih layanan digital dibandingkan transaksi secara fisik.

Hal tersebut tecermin dari tingginya angka transaksi keuangan digital sepanjang 2024. “Masyarakat sudah mulai malas untuk transaksi keuangan secara fisik seperti ke kantor cabang ataupun ke ATM. Mereka lebih sering menggunakan online banking atau aplikasi mobile,” ujar Nailul dalam acara UOB Media Editors Circle di Jakarta, Kamis (17/4/2025).

Fenomena ini turut mendorong pertumbuhan ekonomi digital secara signifikan. Menurut catatan Celios, nilai transaksi pembayaran digital pada 2024 sebesar Rp 2.491,68 triliun dan diproyeksikan meningkat menjadi Rp 2.908,59 triliun pada tahun ini.

Namun, sektor e-commerce mulai menunjukkan tanda stabilisasi. Nilai perdagangan daring diperkirakan tumbuh tipis dari Rp 468,64 triliun pada 2024 menjadi Rp 471,01 triliun (2025). “Pasar e-commerce mulai stabil, dengan laju pertumbuhan yang melambat,” jelasnya.

Di sisi lain, penyaluran pinjaman daring diproyeksikan mencatat pertumbuhan cukup signifikan, dari Rp 302,70 triliun pada 2024 menjadi Rp 365,70 triliun pada 2025. “Hal ini mencerminkan meningkatnya kebutuhan pendanaan, baik untuk individu maupun pelaku usaha melalui platform digital,” katanya.

Namun, di tengah pertumbuhan ekonomi digital, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah dalam aspek literasi keuangan. Berdasarkan Pilar Indeks Masyarakat Digital Indonesia, skor financial knowledge Indonesia masih berada di angka 9, jauh di bawah Malaysia (54) dan Hong Kong (94).

Untuk financial behaviour, Indonesia mencatat skor 74. Ini menunjukkan bahwa secara umum masyarakat sudah bisa mengambil keputusan keuangan yang tepat, seperti menyimpan dan mengatur pengeluaran.

Sementara itu, dari sisi keamanan digital, Indonesia menunjukkan perbaikan dengan peringkat global yang naik dari posisi 80 pada 2021 menjadi 48 pada 2023. Meski demikian, posisi Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia (22) dan Singapura (31).

“Peningkatan keamanan digital penting agar masyarakat merasa aman dalam bertransaksi digital. Ini menjadi fondasi dari pertumbuhan ekonomi digital ke depan,” tutup Nailul.

TMRW Head UOB Indonesia Glenn Natamihardja mengatakan, pertumbugan pengguna layanan digital terus menunjukkan tren positif di sektor perbankan. UOB Indonesia mencatatkan lonjakan pengguna mobile banking sebesar 23 persen pada tahun 2024 dibanding tahun sebelumnya. “Hal ini menjadi sinyal kuat bahwa transformasi digital di sektor keuangan tidak hanya berlangsung cepat, tetapi juga semakin dibutuhkan oleh nasabah,” katanya.

Menurut dia, lonjakan tersebut didorong oleh berbagai fitur digital yang semakin relevan dengan kebutuhan masyarakat. “Kalau kita lihat, aemua data transaksi, pertumbuhannya dua digit, baik itu transaksi QR, transfer, hingga pembayaran tagihan,” ungkap Glenn dalam paparannya.

Transaksi menggunakan QR Code di UOB Indonesia naik sebesar 115 persen secara tahunan. Sementara fitur pembayaran tagihan terintegrasi mengalami kenaikan penggunaan sebesar 37 persen. Sedangkan transaksi transfer antar rekening pun meningkat 19 persen.

“Momentum digital di Indonesia sangat baik, dan kami melihat tren ini akan terus berlanjut di tahun-tahun mendatang,” tambahnya.

Glenn mengatakan, nasabah kini juga menuntut solusi mobile banking yang lebih cerdas. Mereka tidak hanya menginginkan layanan yang cepat dan simpel, tapi juga mampu memberi peringatan atau saran finansial yang membantu pengelolaan keuangan pribadi.

“Misalnya, kalau sudah overspending di pertengahan bulan, sistem bisa memberi tahu bahwa 70 persen dari budget sudah terpakai. Nasabah ingin digital banking yang bisa mengantisipasi, bukan sekadar alat transaksi,” jelasnya.

Melihat kebutuhan tersebut, UOB Indonesia tengah mengembangkan fitur wealth management dalam aplikasinya. Fitur ini memungkinkan nasabah untuk tidak hanya menabung, tetapi juga belajar berinvestasi melalui reksa dana. Nasabah dapat memonitor portofolio keuangan mereka secara real-time, termasuk proporsi tabungan dan investasi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement