Kamis 17 Apr 2025 16:54 WIB

CII Group Bangkrut di Australia, Financial Planner Ingatkan Risiko Investasi Aset Bermasal

Transparansi dan urutan hak pemegang saham jadi faktor penting dalam menilai peluang

Rep: Dian Fath/ Red: Intan Pratiwi
CII Group Pty Ltd milik pengusaha properti asal Indonesia, Iwan Sunito
Foto: Image Source.
CII Group Pty Ltd milik pengusaha properti asal Indonesia, Iwan Sunito

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penawaran investasi terhadap aset bermasalah kembali menjadi sorotan menyusul putusan Pengadilan Negeri New South Wales, Australia, yang secara resmi melikuidasi CII Group Pty Ltd milik pengusaha properti asal Indonesia, Iwan Sunito. Putusan pengadilan tertuang dalam dokumen No. NSWSC 318/2025 dan diumumkan oleh Komisi Sekuritas dan Investasi Australia (ASIC) pada 28 Maret 2025.

Pakar perencana keuangan dari Finansialku Rista Zwestika mengingatkan pentingnya menghitung risiko kerugian atas aset yang sedang menghadapi persoalan hukum. "Jika terjadi perusahaan yang dilikuidasi, kamu sebagai pemegang saham berada di urutan terakhir yang berhak menerima aset, setelah perusahaan membayar pajak, karyawan dan melunasi utang," kata Rista dalam keterangannya Kamis (17/4/2025).

Rista menekankan, posisi keuangan entitas tetap menjadi faktor yang perlu dicermati oleh calon investor. Menurutnya, promosi investasi terhadap aset yang tengah bermasalah secara hukum dapat menimbulkan risiko besar apabila tidak disertai transparansi dan tanggung jawab hukum yang jelas.

CII Group diketahui sebelumnya memegang hingga 50 persen saham di Crown Group Holdings, salah satu pengembang yang berbasis di Sydney. Namun, keterlibatan hukum Iwan Sunito dalam perusahaan tersebut kini telah berakhir seiring keputusan likuidasi oleh pengadilan.

Dalam laporan Insolvency News Online (iNO) tertanggal 9 April 2025, diungkapkan Sunito sempat berupaya mencegah proses likuidasi dengan menunjuk dua administrator dari Greengate Advisory, yakni Patrick Loi dan John Chand. Mereka mengajukan skema penyelamatan perusahaan (Deed of Company Arrangement/DoCA) dan meminta penundaan sidang. Namun, permohonan tersebut ditolak oleh hakim karena dianggap tidak didukung bukti yang kuat.

“Permohonan ini meskipun disampaikan dengan moderasi dan elegansi, tidak dapat menyembunyikan kenyataan bahwa permohonan ini tidak memiliki dasar yang masuk akal,” tegas Hakim Ashley Black dalam persidangan.

Dana 100 ribu dolar Australia yang disetor Sunito ke akun trust hanya cukup untuk membayar honorarium administrator, bukan untuk melunasi kewajiban kepada para kreditur. Pengadilan akhirnya menunjuk Michael Brereton dan Sean Wengel dari William Buck sebagai likuidator resmi CII Group.

Di tengah proses likuidasi tersebut, penawaran investasi melalui proyek One Global Gallery yang dipimpin Sunito di Indonesia menuai perhatian. Sunito mengumumkan bahwa mal The Grand Eastlakes di Sydney telah diakuisisi dan direbranding menjadi One Global Gallery oleh perusahaannya yang baru, One Global Capital.

Ia mengklaim nilai aset mengalami lonjakan lebih dari 40 persen dari nilai akuisisi awal, dan tingkat hunian mencapai 90 persen.

"Dengan lonjakan nilai dari One Global Gallery hingga lebih dari 40 persen dari nilai awal akuisisi, memungkinkan kami membagikan dividen kepada para pemegang saham lebih cepat dari rencana awal," tutur Sunito.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement