REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kenaikan harga properti mengalami perlambatan signifikan, hanya 1,39 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada kuartal IV 2024 dan turun menjadi 1,07 persen (yoy) pada kuartal I 2025, berdasarkan data Bank Indonesia. Angka ini bahkan lebih rendah dibanding inflasi, membuat properti semakin kurang menarik sebagai instrumen dana pensiun.
“Banyak orang beranggapan harga properti akan selalu naik, bisa disewakan sebagai passive income, dan dijual kembali dengan harga tinggi saat membutuhkan dana darurat. Padahal faktanya, kenaikan harga properti tidak lagi signifikan. Banyak proyek properti juga mengalami kemacetan,” kata Head of IPOT Fund & Bond PT Indo Premier Sekuritas, Dody Mardiansyah, dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025).
Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) mencatat 404 pengaduan terkait properti sepanjang 2024, naik 28,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Maraknya kasus properti mangkrak dan wanprestasi menjadikan instrumen ini berisiko tinggi untuk dana pensiun.
Dody menyarankan agar masyarakat mempertimbangkan instrumen obligasi, terutama seri FR0097 yang menawarkan kupon tetap sebesar 7,125 persen per tahun. Dengan investasi sebesar Rp 1 miliar, investor berpotensi memperoleh pendapatan Rp 71,25 juta per tahun, atau Rp 35,625 juta setiap enam bulan.
“Obligasi pemerintah lebih unggul karena dijamin 100 persen oleh negara, likuid, dan dapat dijual kapan saja di pasar sekunder. Daripada dana terkunci di properti yang berisiko mangkrak, lebih baik dialihkan ke obligasi yang memberikan pendapatan pasti,” ujar Dody.