Selasa 15 Apr 2025 23:56 WIB

Hadapi Perang Tarif Global, Indonesia Didorong Tampil Sebagai Kekuatan Penyeimbang Dunia

Indonesia disebut memiliki peran sentral dalam menjaga stabilitas kawasan.

Presiden Prabowo Subianto (kiri) didampingi Menkeu Sri Mulyani (kanan) dan Seskab Teddy Indra Wijaya mendengarkan paparan presentasi dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Acara bertema Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Perang Tarif Perdagangan itu dihadiri jajaran menteri, Dewan Ekonomi Nasional, BI, OJK LPS dan sejumlah pemangku kepentingan.
Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Presiden Prabowo Subianto (kiri) didampingi Menkeu Sri Mulyani (kanan) dan Seskab Teddy Indra Wijaya mendengarkan paparan presentasi dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Acara bertema Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Perang Tarif Perdagangan itu dihadiri jajaran menteri, Dewan Ekonomi Nasional, BI, OJK LPS dan sejumlah pemangku kepentingan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia kembali dihadapkan pada babak baru tensi ekonomi global dengan pecahnya Perang Tarif 2025. Meski bukan kali pertama, dinamika kali ini disebut jauh lebih terbuka dan membahayakan struktur perdagangan global. Mengingat sebelumnya, perang dagang yang berlangsung secara tersembunyi antara 2018–2020 saja telah menyebabkan penurunan volume perdagangan dunia hingga 3 persen dan penurunan Produk Domestik Bruto (PDB) global sebesar 0,8 persen.

Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut terdampak. Pengenaan tarif 32 persen pada produk ekspor Indonesia ke sejumlah negara dinilai sebagai pukulan besar. Sementara itu, Tiongkok bahkan menghadapi situasi yang lebih rumit akibat tuduhan praktik transhipment—pengalihan rute dagang demi menghindari tarif—yang memicu aksi balasan.

"Ini bukan sekadar perang tarif, tetapi ancaman nyata terhadap sistem ekonomi global yang selama ini terintegrasi. Kita menghadapi fragmentasi ekonomi yang dapat memicu terbentuknya blok-blok ekonomi baru dan mengisolasi negara tertentu," ujar pengamat intelijen dan dosen Analisis Intelijen di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN), Dr. Stepi Anriani, Selasa (15/4/2025).

Menurut Dr. Stepi, kondisi ini berpotensi mendorong dunia ke dalam salah satu dari tiga pilihan besar: "Pertama, membentuk blok ekonomi baru untuk melawan dominasi AS; kedua, mengikuti skenario hegemoni AS; dan ketiga, tetap netral serta mencoba bernegosiasi melalui pendekatan yang lebih lunak."

Kawasan Indo-Pasifik disebut sebagai salah satu wilayah paling strategis dan sekaligus paling rawan. Ketegangan geopolitik semakin meningkat, diperparah dengan konflik yang belum usai seperti perang Rusia-Ukraina, ketegangan di Gaza, serta potensi konflik terbuka di Laut Tiongkok Selatan.

“Sejak Tiongkok menggulirkan doktrin Peaceful Rise tiga dekade lalu dan membukukan pertumbuhan ekonomi 8–10 persen, posisi global mereka berubah drastis. Kini, kita menyaksikan tantangan nyata terhadap tatanan yang selama ini didominasi AS,” tambah Stepi.

Dengan kekuatan militer berbagai negara besar yang telah tergelar di kawasan, pecahnya konflik terbuka di Indo-Pasifik kini bukan lagi sekadar skenario fiksi, melainkan risiko nyata yang perlu diantisipasi.

Sebagai negara yang berada di jantung Indo-Pasifik, Indonesia disebut memiliki peran sentral dalam menjaga stabilitas kawasan. Untuk itu, ada sejumlah langkah strategis yang perlu diambil oleh pemerintah:

- Memperkuat struktur ekonomi domestik, menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas harga.

- Menarik investasi, khususnya yang mendukung penciptaan lapangan kerja dan inovasi teknologi.

- Diversifikasi perdagangan dan memperkuat kemitraan strategis multilateral, termasuk melalui ASEAN dan BRICS.

- Meningkatkan diplomasi adaptif, terutama dalam menyikapi kebijakan tarif proteksionis negara besar.

- Mengembangkan intelijen ekonomi, untuk deteksi dini dampak global terhadap sektor strategis nasional.

"Indonesia harus memperkuat posisinya sebagai middle power yang mampu menawarkan solusi di tengah konflik global. Kita tidak bisa hanya menjadi penonton," ujar Stepi.

Inisiatif Global Selatan dan Kepemimpinan Diplomatik

Salah satu terobosan strategis yang dapat dipelopori Indonesia adalah membentuk Global South Economic Dialogue Initiative, yakni forum konsultatif antarnegara berkembang untuk merumuskan strategi menghadapi perang tarif.

"Forum ini penting untuk membangun posisi tawar kolektif di panggung global. Kepemimpinan Indonesia di sini bisa menunjukkan bahwa kita bukan hanya reaktif, tapi juga proaktif dan visioner," jelas Stepi.

Selain itu, Indonesia juga didorong untuk memperluas pasar alternatif ke kawasan Eropa, Asia Selatan, dan Timur Tengah sebagai upaya mengurangi ketergantungan terhadap pasar Amerika Serikat.

Strategi kunjungan diplomatik ke berbagai negara, termasuk negara-negara Timur Tengah, menjadi bagian penting dari langkah Indonesia menjaga kepentingan nasional di tengah ketegangan dunia. "Ini adalah bentuk nyata bahwa Indonesia berupaya memainkan peran sebagai penyeimbang global," tambahnya

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement