REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Peluncuran Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) pada Senin (24/2/2025) membawa harapan baru sekaligus kekhawatiran bagi masa depan perekonomian Indonesia ke depan. Jika lembaga pengelola dana negara atau sovereign wealth fund (SWF) tersebut berhasil, ekonom menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai sekurang-kurangnya 6,5 persen. Namun, jika tidak berhasil, pertumbuhan ekonomi akan tetap stagnan di sekitar 5 persen.
“Danantara sebagai lokomotif besar harus membawa Indonesia mendorong pertumbuhan ekonomi dari 5 persen, setidaknya menjadi 6,5 persen,” kata Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J. Rachbini dalam Diskusi Publik Indef bertajuk ‘Danantara: Bagaimana dan Untuk Siapa?’ yang digelar secara daring, Senin (24/2/2025).
Didik mengatakan, Danantara harus bisa melebarkan sayap ke pasar global, sehingga pergerakannya tidak lain menuju ke arah target pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Secara gamblang, Didik menyebut, Danantara tidak boleh menjadi pemain lokal.
“Ujung tombak dari Danantara, karena dana investasinya banyak, investasi itu masuk ke pasar ganda yaitu domestik dan ekspor. Jadi Danantara enggak bisa sendiri, harus menarik investasi asing dan menciptakan iklim (investasi) yang bagus,” kata dia.
Lebih lanjut, Didik menuturkan, daya dongkrak yang paling besar adalah sektor industri. Menurut analisisnya, melalui Danantara semestinya pertumbuhan sektor industri bisa terangkat hingga 2—3 kali lipat.
“Satu tahun ini Danantara (harus) menaikkan pertumbuhan industri, sekarang 3—4 persen untuk naik (menjadi) 8—10 persen. Kalau pertumbuhan industri tetap 3—4 persen seperti sekarang, Danantara tidak punya dampak kepada ekonomi nasional,” tuturnya.
Begitu juga dengan angka ekspor, yang harus ditingkatkan. Menurut catatannya, ekspor Indonesia hingga saat ini masih berkisar diantara 200—250 miliar dolar AS. Angka tersebut masih jauh dari misalnya negara Vietnam yang sebesar 405 miliar dolar AS, atau bahkan China di 3,5 triliun dolar AS.
“Ringkasnya, bisa nggak Danantara mengajak investor-investor dalam dan luar negeri menguasai pasar internasional, punya kemampuan bersaing. Kalau nggak punya itu, nggak usah ada Danantara,” tegasnya.
Didik menekankan agar Danantara, dengan dana yang relatif besar, semestinya bisa memaksimalkan potensi itu. Diketahui, Danantara akan mengelola aset senilai lebih dari 900 miliar dolar AS atau sekitar Rp 14.611 triliun. Angka tersebut yakni dari BUMN-BUMN besar serta Indonesia Investment Authority (INA) yang merupakan SWF Indonesia bentukan Presiden RI ke-7 Joko Widodo.
“Kalau BUMN-nya bergerak seperti biasa dan Danantara hanya investasi kecil-kecil, maka tumbuhnya ekonomi hanya tetap 5 persen,” tegasnya.