REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu kemiskinan struktural di Indonesia semakin mendesak, terutama setelah survei terbaru menunjukkan peningkatan masyarakat yang mengalami penurunan kelas sosial dan pendapatan. Banyak keluarga terjebak dalam kemiskinan meskipun pengeluaran tetap tinggi.
Menanggapi permasalahan ini, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian 2024-2029, Airlangga Hartarto, meminta masyarakat untuk bersabar. "Ini kan pemerintahan baru, jadi ditunggu saja," ujar Airlangga saat ditemui di kantornya, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Selasa (22/10/2024).
Terkait kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi yang dianggap berlebihan, Airlangga menegaskan akan ada program kerja yang disiapkan. "Di dalam APBN 2025, pertumbuhan masih di atas 5 persen, dan untuk menuju 8 persen, ada program yang sedang dipersiapkan," tegasnya.
Airlangga juga menambahkan pemerintah akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui investasi dan pembukaan pasar ekspor. Insentif yang lebih liberal akan menjadi fokus utama. "Nanti kami para menteri akan rapat koordinasi untuk menentukan arah penopang pertumbuhan ekonomi yang baru," ucapnya.
Sebelumnya, saat masih menjadi Menko Perekonomian pada Kabinet Indonesia Maju Airlangga mengungkapkan kondisi ekonomi Indonesia terjaga solid. Inflasi terbilang rendah dan stabil, namun volatile food diturunkan ke level rendah.
Kondisi pasar keuangan Indonesia pun relatif terjaga. Nilai tukar rupiah relatif lebih baik dibandingkan dengan sejumlah negara di Asia lainnya yakni -1,05 persen year to date (ytd).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga bertumbuh 3,94 persen ytd, bahkan mencapai all-time high pada level 7.905,39 pada 19 September 2024 lalu. Rating investasi Indonesia pun positif. Rating and Investment Information, Inc. (R&I) mengafirmasi Sovereign Credit Rating (SCR) Indonesia pada peringkat BBB+, dua tingkat di atas investment grade dengan outlook positif.
Di sisi lain, sejumlah tantangan dihadapi pemerintah. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, deflasi Indonesia sebesar 0,12 persen pada September 2024. Deflasi ini menjadi yang kelima berturut-turut sepanjang tahun berjalan dan menjadi yang terparah dalam lima tahun terakhir pemerintahan Presiden Joko Widodo.