REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT PAM Mineral Tbk (NICL) selama periode semester pertama 2024, mengalami penurunan penjualan sebesar 11,95 persen menjadi Rp 419 miliar dibandingkan dengan periode yang sama 2023 sebesar Rp 476 miliar. Penurunan itu disebabkan karena harga rata-rata nikel pada semester pertama tahun ini lebih rendah daripada harga rata-rata nikel pada semester pertama 2023.
Namun dari sisi laba usaha, emiten pertambangan nikel yang berbasis di Sulawesi ini membukukan kenaikan 1,25 persen menjadi sebesar Rp 87,8 miliar dibandingkan laba usaha pada periode yang sama tahun 2023 di angka Rp 86,7 miliar. Sedangkan laba bersih NICL melonjak 13,71 persen menjadi Rp 73,5 miliar dari sebelumnya Rp 64,7 miliar.
"Kami cukup gembira atas kinerja enam bulan pertama tahun 2024. Perseroan berhasil melakukan efisiensi sekaligus mengoptimalkan sumber daya yang ada ditengah kondisi operasional yang cukup menantang yakni adanya kendala curahhujan yang cukup tinggi pada periode Januari hingga Juni 2024," ujar Dirut NICL Ruddy Tjanaka dalam siaran pers di Jakarta dikutip Senin (29/7/2024).
Pada sisi neraca, hingga 30 Juni 2024, NICL berhasil membukukan peningkatan total aset sebesar 7,22 persen dari Rp 856,8 miliar menjadi sebesar Rp 918,7 miliar jika dibandingkan posisi neraca pada 31 Desember 2023. Perusahaan juga mengalami pertumbuhan ekuitas 4,88 persen dari Rp 745,4 miliar menjadi Rp 781,8 miliar dari posisi ekuitas pada 31 Desember 2023.
Peningkatan tersebut dikontribusikan oleh peningkatan laba tahun berjalan perseroan. NICL juga menargetkan produksi nikel pada tahun 2024 sebesar 2,6 juta metrik ton (MT), meningkat 41 persen dari realisasi produksi 2023 sebesar 1.847.000 MT. Target produksi tersebut juga untuk bijih nikel kadar Ni 1.30-1.50 persen.
"Peningkatan target produksi ini didasari dengan adanya permintaan market yang semakin meningkat karena semakin banyak smelter yang beroperasi," ujar Ruddy.
Saat ini, Perseroan telah mendapatkan persetujuan RKAB periode 2024-2026 dengan total volume penjualan yang telah disetujui sebesar 7.800.000 WMT. Untuk mendukung kinerja operasional dan terpenuhinya target perseroan, saat ini daya dukung infrastruktur tambang yang telah dimiliki, baik berupa angkutan jalan tambang dan juga pelabuhan dalam tahap peningkatan dan pengembangan untuk beroperasi secara maksimal.
"Perseroan optimis bahwa peningkatan produksi tersebut relevanterhadap supply and demand dengan kondisi perkembangankebutuhan industri nikel yang semakin meningkat," ucap Ruddy.
Informasi terakhir dari kementerian ESDM, RKAB yang disetujui sebesar 240 juta ton. Kendala yang dihadapi dilapangan saat ini adalah cuaca dan ketersediaan alat-alat produksi, kondisi itu menyebabkan tidak terpenuhinya supply.
"Dukungan pemerintah untuk industri nikel memberikan optimisme kepada perseroan untuk meningkatkan produksi nikel, dengan adanya peningkatan produksi akan memberikandampak yang positif bagi kinerja operasional dan keuangankami yang nantinya akan tercermin dalam peningkatan lababersih perseroan," ucap Ruddy.