Senin 25 Sep 2023 08:23 WIB

Industri Tekstil Terancam Berhenti Produksi Akibat Predatory Pricing

Ia mengatakan, produk pelaku industri tekstil kalah bersaing bukan karena kualitas.

Rep: M Fauzi Ridwan/ Red: Ahmad Fikri Noor
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Foto: Republiika/ Tahta Aidilla
Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Industri tekstil di Jawa Barat terancam berhenti produksi akibat predatory pricing atau praktik jual rugi di e-commerce. Mereka mengalami penurunan permintaan, produksi, dan omzet bahkan berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK) pekerja.

Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki mengatakan, para pelaku industri tekstil mengalami penurunan dari mulai produksi, permintaan hingga keuntungan. Oleh karena itu, ia bersama para pelaku industri tekstil berupaya mencari solusi atas masalah yang dihadapi.

Baca Juga

"Memang ada penurunan yang cukup drastis karena pelaku UMKM yang memproduksi pakaian muslim, kerudung, pakaian jadi yang dijual di pasar grosir seperti Tanah Abang, ITC Kebon Kelapa, Pasar Andir terpantau anjlok. Akibatnya, permintaan pakaian, kain, dan tekstil menurun drastis," ucap dia saat berada di beberapa pabrik tekstil di Majalaya, Jawa Barat akhir pekan kemarin melalui keterangan resmi yang diterima, Ahad (24/9/2023).

Ia mengatakan produk pelaku industri tekstil kalah bersaing bukan karena kualitas. Namun, itu terjadi karena harga yang tidak masuk yaitu harga pokok penjualan (HPP) pelaku UKM/IKM tekstil yang tidak mampu bersaing.

"Saya mendapat informasi ada indikasi marak impor pakaian jadi maupun produk tekstil yang tak terkendali. Harga yang murah ini adalah predatory pricing di platform online," kata dia.

Kondisi tersebut, ia mengatakan memukul para pedagang offline dan industri tekstil dibanjiri produk dari luar yang sangat murah. Selain itu, aturan safe guard yang tidak berjalan semestinya.

Saat ini ia mengatakan pemerintah berupaya membenahi dan berkoordinasi dengan Mensesneg untuk langkah ke depan. Sebab kewenangan terkait platform online berada di Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Ia pun menegaskan bahwa Presiden Jokowi sudah mengatakan agar secepatnya dibuat undang-undang yang mengaturnya termasuk akan meninjau kembali perdagangan online.

"Itu termasuk yang sudah kita usulkan (revisi) Permendag Nomor 50 Tahun 2020 kan sudah selesai tinggal ditetapkan saja," ungkap dia.

Ia menilai perlu ada HPP khusus di produk tekstil untuk melindungi produk dalam negeri. Sebab di China sendiri, mereka menerapkan model barang masuk di sana tidak boleh di bawah HPP.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement