Ahad 20 Aug 2023 17:22 WIB

Kondisi Menantang, Perbankan Perlu Siapkan Strategi Jaga Kinerja

Semakin banyak channel digital, semakin membuat perbankan mudah terpapar risiko.

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Lida Puspaningtyas
Direktur Consumer Banking BNI Corina Leyla Karnalies bersama karyawan BNI HiMovers memberi sosialisasi produk perbankan dalam Gelaran FinExpo 2022 di Central Park Mall Sabtu (29/10/2022).  BNI Group berpartisipasi dalam event FinExpo 2022 untuk memberikan akses kepada masyarakat terhadap produk dan layanan BNI beserta perusahaan anak baik produk perbankan, asuransi hingga pasar modal. 
Foto: BNI
Direktur Consumer Banking BNI Corina Leyla Karnalies bersama karyawan BNI HiMovers memberi sosialisasi produk perbankan dalam Gelaran FinExpo 2022 di Central Park Mall Sabtu (29/10/2022). BNI Group berpartisipasi dalam event FinExpo 2022 untuk memberikan akses kepada masyarakat terhadap produk dan layanan BNI beserta perusahaan anak baik produk perbankan, asuransi hingga pasar modal. 

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perbankan dinilai perlu menyiapkan strategi untuk menjaga kinerja tetap positif. Komisaris Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BNI) Agus Martowardojo mengatakan perbankan Indonesia perlu mengantisipasi kondisi ekonomi global yang penuh tantangan.

"Kondisi ekonomi di masing-masing negara memiliki tantangan yang bervariasi, sehingga perbankan di Indonesia perlu menyiapkan berbagai strategi untuk dapat menjaga ketahanan kinerja," kata Agus dikutip Ahad, (20/8/2023). 

Baca Juga

Menurut Agus, terdapat beberapa risiko yang harus diantisipasi oleh perbankan guna memastikan perusahaannya tetap sustain. Perbankan harus mampu mengategorikan risiko secara tepat mulai dari durasi hingga magnitude risiko terhadap kinerja.

Agus menjelaskan, perbankan bisa membagi risiko berdasarkan jangka waktu, antara lain satu sampai dua tahun, tiga sampai lima tahun dan lima tahun ke atas. Perbankan harus mampu menganalisa di tiga aspek yang sangat krusial mulai dari credit risk, cyber risk dan fraud risk.

Terkait dengan risiko kredit, menurut Agus perbankan harus menjaga fungsi intermediasinya dalam kualitas terbaik. 

Credit risk ini, tidak hanya harus menjaga kreditnya tumbuh, tetapi juga harus memastikan kualitasnya terjaga agar kinerja dapat lebih berkelanjutan,” katanya.

Selanjutnya ialah risiko siber, perbankan diharapkan untuk menjaga teknologi informasi terkelola secara baik. Terlebih perbankan mulai memiliki banyak channel digital, yang semakin membuat perbankan mudah terpapar risiko.

Cyber risk itu hubungannya sama dengan kita menggunakan teknologi informasi. Pada saat sekarang di era digital, teknologi informasi ini malah dapat menjadi risiko, dan dampak dari hal ini kita sudah lihat di mana-mana,” kata Agus.

Terakhir ialah risiko fraud, Agus menekankan, risiko fraud dapat terjadi baik dari sisi internal dan eksternal. Bahkan, dengan saluran digital perbankan yang semakin terbuka, pihak eksternal memiliki kemampuan untuk membuat risiko fraud semakin besar.

“Perlu dicatat pula bahwa di kisaran satu sampai tiga tahun itu ada risiko reputasi dari dampak era digital. Kita menjalankan ekosistem digital ini sangat mungkin ada kegagalan dan membawa reputasi pada bank. Kita juga harus menjaga sisi reputasi ini,” pungkasnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement