REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta mengatakan potensi perkembangan industri teknologi keuangan atau financial technology (fintech) memang besar. Akan tetapi, tidak dipungkiri tantangan terjadinya fraud di industri tersebut juga sangat besar ke depannya. Sehingga perlu upaya cermat dalam menangkal potensi-potensi fraud yang bakal mencemari dunia fintech.
“Kita sadari di balik kemajuan (industri fintech), kita melihat ada tantangan serius, terutama risiko keamanan dan kejahatan digital. Seiring dengan meningkatnya transaksi digital, kita lihat kejahatan fraud dan serangan siber juga berkembang dengan pola yang semakin kompleks,” kata Fili dalam sambutannya di acara Opening Bulan Fintech Nasional (BFN) 2025 di Gedung Danantara Indonesia, Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Data International Monetary Fund (IMF) dan Federal Bureau of Investigation (FBI) memproyeksikan potensi kerugian global akibat kejahatan siber akan melonjak dari angka 8,4 triliun dolar AS pada 2022 menjadi 23,8 triliun pada 0227.
“Kita lihat jenis serangan semakin canggih, mulai dari middleware attack account takeover, synthetic IP data driven attack, hingga social engineering yang menargetkan masyarakat luas,” terangnya.
Fili melanjutkan, dari sisi suplai, karakter transaksi yang bersifat real time dinilai mempersempit ruang deteksi dini. Sementara kapasitas manajemen risiko dari pelaku industri masih belum merata, dan ketergantungan pada penyedia teknologi pihak ketiga juga meningkatkan kompleksitas dan pengendalian risiko.
“Dari sisi demand, kita lihat perluasan layanan hingga ke masyarakat akar rumput juga menghadirkan tantangan baru, paling tidak satu kita lihat adanya rendahnya literasi digital, dua, meningkatnya potensi penyalahgunaan data pribadi, dan ketiga, pemanfaatan AI oleh pelaku kejahatan juga memperparah risiko itu,” jelasnya.
Dengan berbagai potensi bahaya fraud, serta faktor supply dan demand, menurut Fili, sangat diperlukan upaya maksimal dalam pengelolaan risiko.
“Karena itu, pengelolaan risiko fraud dan siber harus dilakukan secara komprehensif dan kolaboratif oleh industri perlu untuk memperkuat fraud detection system, strong authentication, serta menerapkan prinsip know your merchant atau know your customer,” kata dia.