REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Kementerian Pertanian menegaskan tidak ada impor beras medium yang masuk ke Indonesia. Seluruh kebutuhan beras medium nasional dipenuhi oleh produksi dalam negeri yang pada 2025 diproyeksikan mencapai 34,79 juta ton menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Dengan capaian tersebut, Indonesia berada dalam kondisi surplus beras medium, sehingga pasokan nasional aman dan stabil.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Pertanian, Moch Arief Cahyono, menjelaskan seluruh pemasukan beras pada tahun ini merupakan bagian dari kebijakan beras khusus dan beras industri berbasis neraca komoditas. Kebijakan tersebut memastikan hanya jenis beras yang tidak diproduksi dalam negeri atau dibutuhkan sebagai bahan baku industri yang dapat masuk.
“Yang perlu dipahami publik bahwa tidak ada satu pun impor beras medium. Yang masuk hanya beras kebutuhan khusus, beras premium tertentu, dan beras industri. Tidak menyentuh konsumsi masyarakat umum,” kata Arief.
Ia merinci jenis beras yang masuk meliputi beras pecah 100 persen atau menir (HS 1006.40.90) sebagai bahan baku industri, beras kebutuhan khusus termasuk untuk penderita diabetes, serta beras khusus untuk restoran asing dan hotel. Selain itu, terdapat varian khusus berkode HS 1006.30.99 seperti basmati, jasmine, dan japonica dengan tingkat kepecahan maksimal 5 persen yang memang tidak diproduksi di Indonesia.
Arief memastikan pemasukan beras khusus tersebut tidak memengaruhi pasar beras medium dan tidak menekan harga gabah petani.
“Segmen industri harus berjalan, tetapi stabilitas pangan dan perlindungan petani tetap menjadi prioritas,” ujarnya.
Sebelumnya, Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartin menyampaikan bahwa impor beras pada Oktober 2025 tercatat sebesar 40,7 ribu ton, sedangkan kumulatif Januari–Oktober 2025 mencapai 364,3 ribu ton dengan nilai 178,5 juta dolar AS. Seluruhnya merupakan kategori beras khusus dan industri, bukan beras medium.
Pada saat yang sama, beras bahkan mengalami deflasi terdalam sepanjang tahun 2025 pada bulan November. Menurut BPS, beras mencatat deflasi 0,59 persen (month to month). Deputi BPS Pudji Ismartini menjelaskan deflasi tersebut dipicu oleh meningkatnya ketersediaan beras selama musim panen, penyesuaian harga antar kualitas, serta dampak penyaluran beras SPHP di berbagai pasar.
Arief kembali menegaskan komitmen pemerintah untuk tidak mengimpor beras. “Bersyukur tahun ini kebutuhan beras medium kita aman dari tangan petani dalam negeri dan sudah surplus. Produksi kita mencukupi, sehingga tidak ada alasan untuk impor beras medium. Petani tetap menjadi prioritas utama.”