REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sektor industri manufaktur disebut sebagai “motor utama” perekonomian karena kontribusinya yang besar dalam menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Badan Pusat Statistik (BPS) melansir, sektor manufaktur berkontribusi 18,25 persen terhadap produk domestik bruto (PDB) pada kuartal II 2023 yang tumbuh 5,17 persen.
Manufaktur melenggang paling lincah di antara kontribusi sektor lain, yakni sektor pertanian yang berkontribusi 13,35 persen, perdagangan 12,85 persen, pertambangan 10,48 persen, dan konstruksi 9,43 persen.
Sektor manufaktur menjadi andalan juga dapat dilihat dari nilai investasi, kontribusi ekspor, serta tingkat penyerapan tenaga kerja. Begitu pula dari sisi kontribusi pajak, sumber aktivitas formal, dan devisa negara. Oleh karena itu, produktivitas dan daya saing sektor manufaktur harus terus ditingkatkan.
Sejak krisis ekonomi Asia pada 1998, khususnya sejak 2003, pertumbuhan sektor manufaktur di Indonesia lebih lambat dari pertumbuhan ekonomi nasional sehingga proporsi manufaktur terhadap PDB terus menurun.
Kondisi itu perlu ditingkatkan melalui transformasi struktural manufaktur Indonesia dengan memanfaatkan kekuatan global.
Terlebih, pertumbuhan sektor manufaktur yang selama beberapa dekade terakhir selalu ditopang oleh industri berbasis sumber daya alam, yang ternyata rentan terhadap faktor eksternal.
Rektor Universitas Padjadjaran Profesor Rina Indiastuti menyebut pandemi Covid-19 merupakan salah satu krisis yang dihadapi sektor manufaktur. Pulihnya sektor industri pascapandemi menunjukkan bahwa manufaktur masih punya kekuatan dengan didukung oleh kekayaan sumber daya alam serta pasar yang luas.
Karena itu, untuk meningkatkan kontribusi sektor manufaktur, perlu dilakukan reorientasi dan penguatan strategi dalam mengoptimalkan peluang pasar global.
Upaya yang ditempuh, antara lain, adalah dengan menyetarakan kemampuan dan kualitas sektor industri di dalam negeri dengan di negara lain, termasuk dengan memutakhirkan teknologi.
Selain itu, perlunya mengikuti kebijakan-kebijakan kelembagaan yang diambil oleh negara lain karena berpengaruh pada keputusan investasi yang akan ditanamkan di Indonesia.