Kamis 06 Jul 2023 15:35 WIB

Mandiri Institute: Inklusi Keuangan RI Naik Dramatis Dalam Satu Dekade

Meski demikian, kepemilikan rekening di Indonesia masih tertinggal, yakni 52 persen.

Pimpinan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI Kantor Cabang Bogor Dewi Sartika Surlistanta mencoba mesin pencetak rekening koran.
Foto: Republika/Dwina Agustin
Pimpinan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk atau BRI Kantor Cabang Bogor Dewi Sartika Surlistanta mencoba mesin pencetak rekening koran.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mandiri Institute menilai inklusi keuangan Indonesia meningkat secara dramatis dalam satu dekade. Ini terlihat dari kepemilikan akun rekening secara proporsional meningkat hingga 1,6 kali, dari 20 persen pada 2011 menjadi 52 persen di 2021.

Selain akses terhadap tabungan, akses atas kredit juga melonjak setelah pandemi. Semua ini mendorong pula kenaikan indeks inklusi keuangan yang pada tahun 2022 mencapai 85 persen.

Baca Juga

"Kenaikan inklusi keuangan didorong salah satunya oleh faktor penunjang, seperti agen bank," ungkap Head of Mandiri Institute Teguh Yudo Wicaksono dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Kamis (6/7/2023).

Dalam enam tahun terakhir, ia menyebutkan agen keuangan digital yang tercatat tumbuh secara signifikan. Rasionya dari 71 agen keuangan digital tiap 100 ribu penduduk dewasa menjadi 458 agen keuangan digital tiap 100 ribu penduduk dewasa.

Pertumbuhan agen tersebut juga mendorong kenaikan transaksi digital seperti uang elektronik dan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Meski mengalami perbaikan, pria yang akrab disapa Yudo ini mengungkapkan tingkat kepemilikan rekening di Indonesia masih relatif lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia maupun di regional ASEAN.

Di Asia, kepemilikan rekening di Indonesia tercatat sebesar 52 persen, masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Thailand sebanyak 96 persen, Malaysia 88 persen, Tiongkok 89 persen, India 78 persen, dan Singapura 98 persen. Namun, kondisi ini dapat dilihat sebagai potensi jasa keuangan untuk terus tumbuh.

Sementara itu, pandemi COVID-19 berpotensi menyisakan luka memar (scarring effect) yang dalam. Hal ini disebabkan karena sepanjang pandemi kekhawatiran finansial masyarakat Indonesia karena ketidakpastian ekonomi cukup tinggi.

Tercatat, sebesar 71 persen penduduk Indonesia khawatir mengalami kesulitan keuangan yang parah akibat COVID-19, jauh di atas rata-rata dunia yang hanya sekitar 52 persen. Kendati demikian, dirinya mengatakan bantuan sosial pemerintah sangat berperan dalam meredam kekhawatiran ini.

"Pemerintah melalui berbagai program bantuan sosial dan dukungan lain terkait penanganan COVID-19 sangat berperan dalam mengurangi dampak scarring effect ini," tuturnya.

Selain membantu meredam kekhawatiran, Mandiri Institute turut mencatat bantuan sosial yang dikirim pemerintah melalui lembaga keuangan selama pandemi membantu kenaikan utilisasi transaksi digital secara signifikan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement