Selasa 27 Jun 2023 06:35 WIB

Gejolak Militer di Rusia Dorong Kenaikan Harga Minyak

Ekspor minyak Rusia tidak terpengaruh gejolak dan situasi menjadi cepat stabil.

Harga Diesel untuk truk ditampilkan di sebuah pompa bensin di Frankfurt, Jerman, Jumat, 27 Januari 2023. Harga minyak mentah berjangka membukukan kenaikan moderat pada akhir perdagangan Senin (26/6).
Foto: AP Photo/Michael Probst
Harga Diesel untuk truk ditampilkan di sebuah pompa bensin di Frankfurt, Jerman, Jumat, 27 Januari 2023. Harga minyak mentah berjangka membukukan kenaikan moderat pada akhir perdagangan Senin (26/6).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Harga minyak mentah berjangka membukukan kenaikan moderat pada akhir perdagangan Senin (26/6/2023). Pelaku pasar mempertimbangkan gangguan pasokan yang akan datang menyusul ketegangan militer di Rusia dan kekhawatiran tentang pertumbuhan permintaan global.

Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus terkerek 0,21 dolar AS atau 0,30 persen, menjadi menetap di 69,37 dolar per barel di New York Mercantile Exchange. Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Agustus menguat 0,33 dolar atau 0,45 persen, menjadi ditutup pada 74,18 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.

Baca Juga

"Minyak WTI menguat karena para pedagang bereaksi terhadap gejolak baru-baru ini di Rusia. Ekspor minyak Rusia tidak terpengaruh dan situasi menjadi stabil dengan cepat, tetapi sentimen pasar tetap bullish," kata Vladimir Zernov, analis pemasok informasi pasar FX Empire.

Selama akhir pekan, Komite Anti-terorisme Nasional Rusia mengumumkan bahwa rezim operasi kontra-teroris diperkenalkan di sekitar Moskow dan di wilayah Voronezh untuk mencegah kemungkinan tindakan teroris setelah Yevgeny Prigozhin - kepala kelompok militer swasta Wagner Rusia - dituduh mencoba melancarkan pemberontakan bersenjata. Pada Sabtu (24/6/2023) malam, Moskow dan Prigozhin mencapai kompromi menyusul upaya mediasi oleh Presiden Belarusia Alexander Lukashenko.

Situasi di Rusia masih menjadi pengingat penting bagi investor bahwa "perang yang tidak dapat diprediksi sedang berlangsung dan risiko geopolitik meningkat pada saat mereka tidak menjadi fokus utama perhatian pasar," kata UBS dalam catatan penelitian pada hari Senin.

Analis Price Futures Group Phil Flynn seperti dikutip Reuters memperingatkan bahwa ketidakstabilan politik Rusia dapat memperburuk kekurangan pasokan di bulan-bulan mendatang karena janji Arab Saudi untuk memangkas produksi mulai Juli, risiko produksi AS yang lebih rendah dan segera berakhirnya rilis cadangan strategis AS.

"Kenyataannya adalah (kekacauan Rusia) adalah risiko lain terhadap kepuasan di pasar yang telah mengandalkan penurunan permintaan di masa depan untuk memenuhi apa yang akan menjadi penurunan pasokan yang besar," kata Flynn.

Sebagai indikator awal pasokan AS di masa depan, jumlah rig minyak dan gas alam yang dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan energi AS turun selama delapan minggu berturut-turut untuk pertama kalinya sejak Juli 2020, menurut laporan yang diikuti pada Jumat (23/6/2023).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement