Senin 23 Jun 2025 18:14 WIB

Dampak Perang Iran-Israel, Rupiah Nyaris Tembus Rp 16.500 per Dolar AS

Gejolak Timur Tengah mengguncang pasar finansial, rupiah ikut tertekan.

Rep: Eva Rianti/ Red: Gita Amanda
Rupiah terpantau melemah 95,5 poin atau 0,58 persen menuju level Rp 16.492 per dolar AS pada penutupan perdagangan Senin (23/6/2025). (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Rupiah terpantau melemah 95,5 poin atau 0,58 persen menuju level Rp 16.492 per dolar AS pada penutupan perdagangan Senin (23/6/2025). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rupiah terpantau melemah 95,5 poin atau 0,58 persen menuju level Rp 16.492 per dolar AS pada penutupan perdagangan Senin (23/6/2025). Pelemahan mata uang Garuda terjadi seiring dengan kondisi eskalasi perang Iran-Israel yang tengah berlangsung di Timur Tengah.

“Pasar mencerna serangan AS terhadap situs nuklir Iran selama akhir pekan, yang menandai eskalasi yang berpotensi mengerikan dalam konflik Timur Tengah, dengan masuknya Amerika secara resmi ke dalam konflik Israel-Iran yang baru,” kata pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, dalam keterangannya, Senin (23/6/2025).

Baca Juga

Presiden AS Donald Trump diketahui mengklaim bahwa “kerusakan monumental” telah terjadi pada semua situs nuklir di Iran yang menjadi target serangannya, meskipun hal tersebut belum dapat segera diverifikasi. Ibrahim mengatakan, investor kini mengamati bagaimana Teheran menanggapi serangan tersebut.

Titik fokus utama adalah Selat Hormuz, jalur pelayaran utama bagi kawasan Asia dan Timur Tengah, yang berpotensi diblokir oleh Teheran. Laporan media Iran menyebutkan bahwa Teheran tengah mempertimbangkan langkah tersebut.

“Blokade di selat tersebut akan sangat mengganggu pengiriman minyak dan gas ke beberapa wilayah Asia dan Eropa, yang dapat menyebabkan gangguan ekonomi yang lebih besar di kawasan tersebut,” ujarnya.

Ibrahim menekankan, pasar terus merespons negatif kondisi global yang memburuk akibat eskalasi konflik di Timur Tengah, terutama setelah AS turut campur dalam penyerangan terhadap fasilitas nuklir Iran. Kondisi ini mendorong harga minyak mentah melonjak tajam. Harga minyak sangat mudah terpengaruh oleh dinamika geopolitik, sehingga berpotensi mengancam stabilitas pasokan dan memicu kenaikan inflasi global.

“Indonesia saat ini mengimpor minyak mentah sekitar 1 juta barel per hari untuk memenuhi kebutuhan konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Ancaman terbesar dari konflik ini terhadap ekonomi Indonesia berasal dari potensi lonjakan harga minyak dunia. Indonesia bukan lagi eksportir minyak bersih, sehingga setiap kenaikan harga minyak mentah secara langsung berdampak pada biaya impor dan tekanan terhadap neraca perdagangan,” terangnya.

Lebih lanjut, Ibrahim menyatakan pelemahan rupiah akan membawa implikasi fiskal yang cukup serius, terutama terhadap beban subsidi pemerintah. Ketika harga minyak dunia naik dan rupiah melemah, maka harga keekonomian BBM otomatis melonjak.

“Padahal, apabila pemerintah mempertahankan harga BBM bersubsidi seperti pertalite dan solar tetap stabil, selisih antara harga pasar dan harga jual harus ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam bentuk tambahan subsidi energi. Hal ini dapat menyebabkan defisit anggaran melebar,” jelasnya.

Sementara itu, Ibrahim menambahkan, Bank Indonesia (BI) terus melakukan intervensi melalui transaksi non-deliverable forward (NDF) di pasar luar negeri serta transaksi spot dan domestic NDF (DNDF) di pasar domestik. Strategi ini, disertai dengan pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar sekunder, dilakukan untuk menjaga stabilitas pasar keuangan.

Berdasarkan analisisnya, dinamika sentimen global berupa perang Iran-Israel yang masih bergulir diperkirakan masih akan menekan pergerakan rupiah. Ibrahim memprediksi rupiah akan bergerak di rentang Rp 16.450—Rp 16.500 per dolar AS pada perdagangan selanjutnya, Selasa (24/6/2025).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Republika Online (@republikaonline)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement