REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satgas Pangan memastikan untuk persoalan harga telur yang melambung bukan karena adanya indikasi penimbunan. Wakil Kepala Satgas Pangan Polri Helfi Assegaf mengatakan hingga saat ini Satgas Pangan tak menemukan indikasi penimbunan.
"Belum ada temuan. Rugi kalau mereka nimbun, busuk nanti," tegas Helfi saat ditemui Republika di Jakarta, Kamis (25/5/2023).
Namun, kata Helfi saat ini penyebab kenaikan harga telur karena memang tidak tersedianya pakan yang cukup untuk peternak. "Ini hanya persoalan pakan saja kok. Karena jagung, 50 persen pakan ke ayam ini kan jagung. Jagungnya kurang," tambah Helfi.
Kata Helfi, Satgas Pangan mendorong pemerintah agar bisa mempercepat ketersediaan jagung khususnya untuk peternak. "Kami mendorong pemerintah agar segera ketersediaan jagung ini cepat. Impor jagungnya juga cepet. Dan mengawasi distribusinya agar tidak salah juga," tambah Helfi.
Selain itu, kata Helfi harga telur yang naik juga dipengaruhi oleh kurangnya stok. Apalagi, dengan adanya program bantuan sosial telur ayam ke masyarakat yang membutuhkan. Kata dia, alokasi jumlah telur yang disalurkan lewat program ini cukup banyak sehingga menggerus stok di pasaran.
"Ya memang ada sebagian faktor kekurangan stok itu karena adanya program bansos itu. 1,45 juta penerima, satu orang 10 butir," ujar Helfi.
Selain itu, kata dia juga adanya kendala distribusi dari produsen telur ke daerah daerah. Sebab, kata Helfi kelangkaan telur dan naiknya harga tidak terjadi secara serentak di nasional. Ada persoalan distribusi yang tak merata.
"Semua kan harus diatur. Tata niaga itu kan makanya diatur. Ada daerah yang surplus memang. Tapi memang harga pakan yang bermasalah," ujar Helfi.