REPUBLIKA.CO.ID, COLOMBO -- Presiden Sri Lanka Ranil Wickremesinghe sedang menyelesaikan prasyarat untuk menerima bantuan dana talangan senilai 2,9 miliar dolar AS dari Dana Moneter Internasional (IMF). Sri Lanka berharap, persetujuan dapat segera diberikan IMF.
"Kami berhasil menyelesaikan tahap sulit yang diperlukan untuk mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional. Kami berharap mendapatkan persetujuan mereka tanpa penundaan," kata Wickremesinghe dalam pidatonya untuk memperingati Hari Kemerdekaan ke-75 dikutip dari Reuters, Sabtu (4/2/2023).
Sri Lanka terjebak dalam krisis keuangan terburuk sejak kemerdekaan dari Inggris pada tahun 1948 yang dipicu oleh kekurangan dolar yang parah. Sri Lanka telah mengalami inflasi yang tajam, mata uang anjlok, dan ekonominya merosot ke dalam resesi.
Pulau berpenduduk 22 juta orang itu juga dilanda pajak yang tinggi, kekurangan barang-barang penting seperti obat-obatan dan bahan bakar, serta pemadaman listrik setiap hari. Wickremesinghe, yang mengambil alih setelah pendahulunya melarikan diri dari negara itu dan mengundurkan diri tahun lalu setelah ribuan pengunjuk rasa menduduki kantor dan kediamannya, telah berjanji untuk mengembalikan ekonomi ke jalurnya. Akan tetapi, ia memperingatkan itu akan menjadi tugas berat.
"Saya tahu bahwa banyak keputusan yang terpaksa saya ambil sejak menjadi presiden tidak populer. Saya akan melanjutkan program reformasi baru ini dengan mayoritas orang yang mencintai negara ini," tambahnya.
Sri Lanka saat ini fokus untuk mendapatkan jaminan pembiayaan dari kreditor bilateral utama China dan Jepang. India, kreditur besar ketiga, setuju untuk mendukung restrukturisasi utang bulan lalu. Bank sentral Sri Lanka memperkirakan pemulihan ekonomi pada paruh kedua tahun 2023 dan inflasi mencapai satu digit pada akhir tahun ini.