Rabu 16 Nov 2022 08:03 WIB

Tiru OPEC, Indonesia Inisiasi Dirikan Organisasi Negara Penghasil Nikel

Indonesia saat ini sedang memprioritaskan hilirisasi sumber daya alam, termasuk nikel

Rep: Retno Wulandhari/ Red: Nidia Zuraya
Sebuah dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan (ilustrasi).
Foto: FOTO: Antara/Basri Marzuki
Sebuah dump truck mengangkut material pada pengerukan lapisan atas di pertambangan nikel PT Vale Indonesia di Soroako, Luwu Timur, Sulawesi Selatan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia Bahlil Lahadalia mengusulkan inisiatif untuk mendirikan organisasi seperti OPEC (The Organization of the Petroleum Exporting Countries), yang dikhususkan bagi negara-negara penghasil nikel. Hal itu disampaikan Bahlil saat melakukan pertemuan dengan Menteri Perdagangan Internasional, Promosi Ekspor, Usaha Kecil dan Pembangunan Ekonomi Kanada Mary Ndi di sela rangkaian G20 Summit di Nusa Dua, Bali, Selasa (15/11/2022).

Sebagai sesama negara yang kaya akan hasil pertambangan khususnya nikel, menurut Bahlil, adanya organisasi seperti OPEC untuk negara penghasil nikel dapat mengoordinasikan dan menyatukan kebijakan komoditas nikel. Apalagi, Indonesia saat ini sedang memprioritaskan hilirisasi sumber daya alam dalam rangka pengembangan ekosistem kendaraan listrik.

Baca Juga

"Selama ini yang kami lihat, negara-negara industri produsen kendaraan listrik melakukan proteksi. Akibatnya, negara penghasil bahan baku baterai tidak memperoleh pemanfaatan nilai tambah yang optimal dari industri kendaraan listrik. Melalui kolaborasi tersebut, kita harap semua negara penghasil nikel bisa mendapat keuntungan melalui penciptaan nilai tambah yang merata," ungkap Bahlil.

Dalam pertemuan tersebut, keduanya juga menjajaki peluang kerja sama kedua negara dan juga kolaborasi untuk optimalisasi sumber daya alam secara berkelanjutan. Bahlil juga menyampaikan komitmen untuk mendukung penyelesaian perjanjian kerja sama ekonomi Indonesia-Kanada (Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement/Indonesia-Canada CEPA).

Ia berjanji akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian untuk mengakselerasi penyelesaian Indonesia-Canada CEPA tersebut. Menyambut usulan Bahlil, Menteri Mary menyampaikan bahwa pekerjaan rumah selanjutnya adalah kedua negara untuk bekerja bersama dan mengeksplorasi peluang kolaborasi dimaksud.

Kedua negara sudah memiliki visi yang sejalan terkait optimalisasi sumber daya alam secara berkelanjutan yang juga memberikan manfaat secara ekonomi. Pemerintah Kanada juga menginisiasi transisi ekonomi ke arah ekonomi hijau berkelanjutan, terutama dalam hal menciptakan lapangan pekerjaan hijau.

"Pada prinsipnya, kami meyakini bahwa kolaborasi perlu dilakukan dengan partner yang dapat dipercaya, dan Indonesia termasuk partner yang tepat," ungkap Mary.

Terkait keberlanjutan negosiasi CEPA dengan Indonesia, Pemerintah Kanada akan menciptakan sebuah kerangka yang akan memberikan investor kepastian dalam melakukan usahanya di Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan dan minat investor asal Kanada dalam berinvestasi di Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Investasi/BKPM, Kanada menduduki peringkat ke-19 dalam realisasi investasinya yang mencapai 954,7 juta dolar AS selama periode 2017 sampai dengan kuartal III tahun 2022.

Sektor dengan realisasi investasi terbesar dari Kanada adalah sektor pertambangan (90 persen), disusul oleh sektor industri logam dasar sebesar (3 persen), kemudian hotel dan restoran (2 persen).

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement