REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan melambat dan meningkatnya risiko stagflasi. Hal ini diikuti ketidakpastian pasar keuangan global.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat, Eropa, dan China diperkirakan mengalami perlambatan. Hal tersebut dipicu oleh berlanjutnya ketegangan geopolitik di Rusia dan Ukraina yang memicu tingginya inflasi, fragmentasi ekonomi global, perdagangan dan investasi, dan dampak dari kebijakan moneter yang semakin agresif.
Ketidakpastian di pasar keuangan global akibat tingginya inflasi di negara maju dan pengetatan dari kebijakan moneter, menurut Sri Mulyani, telah mengakibatkan aliran keluar modal asing, khususnya investasi portofolio. Tak hanya itu, nilai tukar berbagai negara berkembang juga ikut mengalami depresiasi.
"Perbaikan perekonomian domestik pada triwulan ketiga di Indonesia diproyeksikan masih akan terus berlanjut. Ini ditopang agregat demand sisi domestik yaitu konsumsi swasta yang kuat di tengah kenaikan inflasi, investasi non bangunan yang meningkat, dan kinerja ekspor yang terjaga," ujarnya saat konferensi pers virtual, Kamis (3/11/2022).
Menurutnya kenaikan suku bunga Federal Reserve atau Fed Funds Rate diperkirakan lebih tinggi dan siklus yang lebih panjang mendorong menguatnya mata uang dolar AS, sehingga menyebabkan depresiasi terhadap nilai tukar berbagai negara.
Kendati demikian, Sri Mulyani menyatakan stabilitas sistem keuangan Indonesia per kuartal III 2022 masih terjaga. Hal ini sejalan penurunan kasus Covid-19 dan ditopang dengan agregat demand sisi domestik.
"Konsumsi swasta yang kuat di tengah kenaikan inflasi, investasi nonbangunan yang meningkat serta kinerja ekspor yang masih terjaga, sehingga stabilitas sistem keuangan pada triwulan III 2022 tetap berada dalam kondisi yang resilience," ucapnya.
Sri Mulyani mengungkapkan daya tahan stabilitas sistem ketahanan per kuartal III menjadi pijakan bagi KSSK agar tetap optimis. Namun, juga terus mewaspadai berbagai tantangan dan risiko yang sedang dan akan terus terjadi.
“Kami berkomitmen untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dengan memperkuat koordinasi dan terus mewaspadai perkembangan risiko global, termasuk di dalam menyiapkan respon kebijakan," ucapnya.