REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengejar ratifikasi Perjanjian dagang Indonesia-Uni Emirat Arab Comprehensive Economics Partenrship Agreement (CEPA) yang telah disepakati kedua negara. Proses ratifikasi harus dilalui agar perjanjian dagang itu dapat diterapkan per 1 Januari 2023.
Menteri Perdagangan, Zukifli Hasan, mengatakan, disepakatinya perjanjain dagang itu menjadi babak baru hubungan bilateral Indonesia dan UEA. Kedua negara berhasil menyelesaikan perjanjian dagang dengan cepat hanya dalam empat putaran negosiasi selama sembilan bulan dari September hingga Juni 2022.
“Kami menyadari potensi perdagangan yang besar, mengingat UEA memiliki produk domestik bruto dan daya beli masyarakat yang tinggi," katanya dalam keterangan resmi, Senin (4/7/2022).
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional, Kemendag, Djatmiko Bris Witjaksono, mengatakan, sesuai kesepakatan kedua negara, penerapan perjanjian akan dilakukan per 1 Januari 2023.
"Dengan catatan, kedua belah pihak sudah menyelesaikan proses ratifikasi sekaligus notifikasi bahwa sudah sama-sama diselesaikan dengan regulasi teknisnya," kata Djatmiko.
Menurutnya, aturan yang mengatur seberapa lama ratifikasi harus dirampingkan. Namun, pemerintah akan berusaha keras agar ratifikasi tidak memakan waktu lama. Pengesahan perjanjian sangat bergantung pada kerja sama antara pemerintah dan DPR.
Namun, jika target penerapan pada 1 Januari 2023, setidaknya ratifikasi harus rampung dua bulan sebelum tenggat tersebut. Sebab masing-masing negara membutuhkan waktu persiapan antara 30-40 hari sebelum masa pemberlakuan.
"Jadi, kalau sudah sama-sama ini harus dimanfaatkan sesegara mungkin, mestinya bisa cepat," katanya.
Perjanjian Indonesia-UEA CEPA menurunkan bahkan menghapus bea masuk untuk 99,67 persen produk ekspor Indonesia ke UEA. Djatmiko mengatakan, fasilitas yang diberikan itu sangat besar karena hampir seluruh produk Indonesia akan bebas bea masuk dan lebih berdaya saing.
Pada tahun pertama, fasilitas itu akan diberlakukan untuk 90 persen produk Indonesia. Sisanya, dilakukan bertahap selama lima tahun ke depan.
Sejauh ini, Djatmiko mencatat, produk utama ekspor Indonesia ke UEA seperti emas, sawit, produk besi baja, hingga kertas. Sementara produk utama impor Indonesia dari UAE seperti minyak dan gas, suku cadang, hingga produk petrokimia.
"UEA barangnya tidak banyak karena dia hanya 7.000 pos tarif sedangkan kita ada 10.800 pos tarif yang diekspor ke sana," ujarnya.
Adapun saat ini, UAE menjadi destinasi ekspor ke-22 bagi Indonesia dan impor ke-24. Total perdagangan Indonesia dan UEA mencapai 4 miliar dolar AS pada 2021 lalu. Ekspor Indonesia ke UAE sebesar 1,9 miliar dolar AS dan impor dari UEA sebesar 2,1 miliar dolar AS.