REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Apa hubungannya inklusi keuangan dengan domba? mari kita ulas sedikit. ‘Kambing punya nama, domba punya daging’, jargon ini banyak beredar di kalangan penikmat sate, gulai, tongseng dan olahan masakan berbahan daging ‘kambing’.
Sejatinya banyak rumah makan dan restoran yang menggunakan daging domba, dengan karakteristik tekstur daging yang lebih lembut dan rasa yang tidak terlalu kuat. Namun masyarakat Indonesia sudah terlanjur familiar dengan kambing, sehingga nama kambinglah yang banyak dijual.
Domba identik dengan Kabupaten Garut, yang merupakan salah satu wilayah penghasil domba terbesar di Indonesia. Domba yang dikembangkan di sini merupakan ternak penghasil daging yang unggul, karena memiliki pertumbuhan yang cepat dan ukuran tubuh yang relatif besar dibandingkan domba dari daerah wilayah lain.
Khususnya untuk pejantan, domba Garut telah lama dikenal sebagai salah satu domba terbaik di dunia dengan ciri khas yang dimilikinya. Kenapa? tubuhnya yang tinggi besar, berbadan kekar, bertanduk megar dan berlenggok sangar menjadi alasan domba Garut merajai berbagai kontes ternak domba.
Terkini, untuk menghasilkan varietas baru yang unggul, domba betina Garut dikawinkan dengan indukan domba Dorper Australia, yang dikenal dengan kandungan sedikit lemak pada dagingnya. Hasilnya? Turunan domba dengan berat tubuh maksimal, lemak minimal, dan dapat dibudidayakan secara optimal. Varietas baru ini diharapkan dapat mengisi permintaan pasar yang luar biasa besar akan domba pedaging, baik domestik maupun ekspor nantinya.
Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) Jawa Barat yang pembentukannya diinisiasi oleh Kantor Regional 2 Jawa Barat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat, melihat ceruk yang dapat diisi untuk meningkatkan taraf kesejahteraan peternak domba Garut.
Caranya? Dengan mempertemukan peternak domba, penjamin hasil ternak atau yang biasa disebut off taker, dan lembaga keuangan, istilah kerennya Business Matching.
Sederhananya, peternak bertugas untuk mengembangbiakkan atau menggemukkan domba sesuai dengan spesifikasi permintaan pasar. Off taker bertugas melakukan pembinaan kepada peternak, menyediakan bibit domba yang unggul, dan menyerap hasil produksi dari peternak.
Sementara lembaga keuangan bertindak sebagai penyedia modal bagi peternak, untuk membeli bibit domba dan usaha penggemukannya dalam bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR). Lebih jauh, lembaga keuangan juga menyediakan dana pensiun bagi peternak dalam hal kesejahteraan di hari tua dan asuransi untuk menyerap risiko kematian ternak dalam pengembangbiakan.
TPAKD Jawa Barat berperan menjembatani tiga pihak, baik dari sisi pembinaan, penyediaan sarana produksi bersama, dan edukasi keuangan. Hasilnya, sejak tahun 2018 sampai saat ini telah disalurkan KUR sebesar Rp 4,3 miliar untuk memfasilitasi 126 peternak dalam membeli bibit domba.
Risiko NPL atau kredit bermasalahnya sangat positif, yakni di angka 0 persen. Karena itu, sangatlah menarik bagi perbankan untuk memfasilitasi pembiayaan komoditas tersebut. Dari penggemukan domba selama tiga bulan, peternak mendapatkan keuntungan sebesar Rp 150 – 250 ribu per ekor domba yang diserap kembali oleh off taker.
Bayangkan apabila seorang peternak memiliki 50-100 ekor domba, maka akan dengan mudah mendapatkan keuntungan sebesar minimal Rp 5 – 10 juta per bulan, dengan hanya memberi pakan, merawat, dan menggemukkan, tanpa harus berfikir keras untuk menjual hasil ternak.
Hasil lainnya, peternak makin melek keuangan. Minimal, ada empat produk lembaga keuangan lintas sektor yang dinikmati peternak domba anggota klaster, dari perbankan ada kredit dan tabungan, dari non bank ada dana pensiun hingga menyusul asuransi ternak.
Inklusi keuangan ini akan terus bergulir seiring dengan keberlangsungan klaster domba Garut, sehingga diharapkan menjadi ekosistem keuangan berkelanjutan yang dengan mudah ditularkan kepada peternak hewan lainnya. Sekarang, sudah ada jargon baru di kalangan peternak domba Garut, ‘Kambing punya nama, tetapi domba yang membuat sejahtera’.