REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (Core) Mohamad Faisal mengatakan konflik di Ukraina menjadi salah satu penyebab pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 5,01 persen year on year pada kuartal I 2022."Ini adalah windfall atau blessing in disguise terutama dari faktor eksternal, karena adanya perang Rusia dan Ukraina yang semakin meningkatkan harga komoditas. Jadi ada windfall yang membantu ekspor dan pertumbuhan ekonomi kita," kata Faisal kepada Antara di Jakarta, Senin (9/5/2022).
Konsumsi rumah tangga juga semakin membaik karena penanganan Covid-19 semakin baik dengan tingkat vaksinasi yang terus naik sehingga masyarakat lebih leluasa dalam beraktivitas. Ke depan, sektor-sektor seperti industri pengolahan, perdagangan, pertanian, dan pertambangan diperkirakan akan terus berkontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hanya saja, Faisal mengatakan pemerintah perlu berhati-hati dalam membuat kebijakan agar tidak semakin meningkatkan inflasi yang sudah tinggi didorong oleh perang antara Rusia dan Ukraina."Jadi jangan sampaiada kebijakan pemerintah justru kontra produktif terhadap pertumbuhan ekonomi dengan mendorong inflasi lebih tinggi lagi," katanya.
Sebelumnya pemerintah membuat kebijakan seperti meningkatkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1 persen, mengenakan pajak karbon, dan meningkatkan harga cukai, yang dinilai Faisal dapat membebani masyarakat."Ini terjadi hampir bersamaan, padahal pada saat yg sama harga sembako juga meningkat karena faktor eksternal, imported inflation yang berpotensi menghambat laju pertumbuhan ekonomi tahun ini," imbuhnya.