Senin 28 Mar 2022 12:30 WIB

KPPU Temukan Alat Bukti Pelanggaran dalam Kasus Minyak Goreng

Alat bukti tersebut terkait larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tak sehat.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Nidia Zuraya
Pengunjung membeli minyak goreng kemasan di Pusat Perbelanjaan (ilustrasi). Tim Investigasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan telah menemukan satu alat bukti dalam proses penegakan hukum terkait penjualan atau distribusi minyak goreng nasional.
Foto: ANTARA/Adeng Bustomi
Pengunjung membeli minyak goreng kemasan di Pusat Perbelanjaan (ilustrasi). Tim Investigasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan telah menemukan satu alat bukti dalam proses penegakan hukum terkait penjualan atau distribusi minyak goreng nasional.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tim Investigasi Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan telah menemukan satu alat bukti dalam proses penegakan hukum terkait penjualan atau distribusi minyak goreng nasional.

"Melalui temuan tersebut, mulai pekan ini, status penegakan hukum telah dapat ditingkatkan pada tahapan penyelidikan," kata Direktur Investigasi KPPU, Gopprera Panggabean dalam Siaran Pers KPPU, Senin (28/3/2022).

Baca Juga

KPPU tidak menjelaskan lebih perinci mengenai bukti tersebut. Namun, Gopprera mengatakan, alat bukti tersebut yakni berkaitan dengan dugaan pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Khususnya yang berkaitan dengan pasal 5 mengenai penetapan harga, pasal 11 mengenai kartel, dan pasal 19 huruf C mengenai penguasaan pasar melalui pembatasan peredaran barang/jasa.

Sebagaimana diketahui, KPPU telah mulai melakukan proses penegakan hukum sejak 26 Januari 2022 guna menemukan alat bukti adanya dugaan pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 199 dalam permasalahan lonjakan harga minyak goreng sejak akhir tahun 2021. Langkah itu sesuai rekomendasi dari kajian yang dilaksanakan KPPU.

Dalam proses awal penegakan hukum, tim investigasi telah mengundang dan meminta data serta keterangan dari sekitar 44 pihak terkait. Khususnya produsen, distributor, asosiasi, pemerintah, perusahaan pengemasan dan pelaku ritel.

Melalui proses tersebut, ia mengatakan, tim investigasi akhirnya telah menemukan satu alat bukti yang memperkuat adanya dugaan pelanggaran undang-undang. "Proses penyelidikan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 60 hari kerja dan dapat diperpanjang," kata dia.

Gopprera mengatakan, penyelidikan akan difokuskan pada pemenuhan unsur dugaan pasal yang dilanggar, penetapan identitas Terlapor, dan pencarian minimal satu alat bukti tambahan.

Dalam hal penyelidikan, jika KPPU dapat menyimpulkan dugaan unsur pasal yang dilanggar dan memperoleh minimal dua alat bukti, maka proses penegakan hukum dapat diteruskan ke tahapan Pemeriksaan Pendahuluan oleh Sidang Majelis Komisi.

"Melalui proses Sidang Majelis, KPPU dapat menjatuhkan sanksi administratif berupa denda hingga maksimal 50 persen dari keuntungan yang diperoleh terlapor dari pelanggaran, atau maksimal 10 persen dari penjualan terlapor di pasar bersangkutan," katanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement