Rabu 02 Mar 2022 15:08 WIB

Peternak: Harga Sapi Lokal Naik Akibat Biaya Produksi Mahal

Peternak menyebut bahan baku impor untuk pakan ternak alami kenaikan signifikan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Peternak menunggui sapi miliknya yang dijual di pasar hewan, Ngawi, Jawa Timur, Selasa (1/3/2022). Peternak sapi setempat mengeluhkan sepinya pembeli padahal dalam sebulan ini harga sapi hidup rata-rata turun antara Rp1,5 juta hingga 2 juta rupiah atau turun 10 persen per ekor dengan stok yang melimpah.
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Peternak menunggui sapi miliknya yang dijual di pasar hewan, Ngawi, Jawa Timur, Selasa (1/3/2022). Peternak sapi setempat mengeluhkan sepinya pembeli padahal dalam sebulan ini harga sapi hidup rata-rata turun antara Rp1,5 juta hingga 2 juta rupiah atau turun 10 persen per ekor dengan stok yang melimpah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) menjelaskan, terjadi kenaikan harga sapi lokal akibat biaya pemeliharaan yang semakin mahal. Di satu sisi, para peternak di tahun ini dalam proses pemulihan usaha setelah mengalami kelesuan bisnis tahun lalu akibat lemahnya daya beli.

Ketua Umum PPSKI, Nanang Subendro, menjelaskan, biaya produksi yang tinggi terutama dari harga pakan akibat bahan bakunya yang mahal. Seperti bungkil kedelai, bungkil sawit, hingga pollard yang naik hingga 20 persen.

Baca Juga

Ia pun menyebut, naiknya biaya bahan baku itu karena sebagian didatangkan dari impor yang terimbas tren kenaikan harga global.

"Biaya pemeliharaan sapi itu 70 persen dari pakan. Sebagai gambaran, biasanya biaya pemeliharaan per ekor per hari itu cukup Rp 25 ribu, sekarang hampir Rp 30 ribu per ekor per hari. Itu cukup signifikan dan mau tidak mau terkompensasi ke harga jual," kata Nanang kepada Republika.co.id, Rabu (2/3/2022).

Saat ini, Nanang menjelaskan harga sapi hidup lokal berkisar Rp 51-52 ribu per kg. Harga itu sudah mengalami kenaikan dari sekitar bulan Desember lalu yang masih sekitar Rp 48 ribu hingga RP 49 ribu per kg.

Selain biaya produksi yang meningkat, para peternak saat ini juga cenderung menyiapkan sapinya untuk momen perayaan Idul Adha mendatang. Sebagaimana diketahui, Idul Adha menjadi momen puncak penjualan sapi lokal para peternak untuk mendapatkan keuntungan besar.

Sayang, momen tersebut tidak terjadi di tahun lalu karena Indonesia tengah mengalami puncak gelombang kedua Covid-19 yang membuat daya beli lesu.

"Saat itu peternak terpuruk, sapi-sapi yang sudah disiapkan tidak laku dan ada penurunan omzet 40-60 persen bahkan ada yang sampai 70 persen. Harapannya tahun ini kerugian itu bisa dikembalikan," kata Nanang.

Peternak, lanjut dia, juga sudah mempunya prediksi mengenai momen Idul Adha saat ini. Tingkat vaksinasi yang tinggi dan mobilitas di luar rumah yang cukup membaik menandakan situasi perekonomian mulai mengarah pada situasi normal.

Selain soal kenaikan biaya produksi dan fokus Idul Adha, Nanang mengatakan, kenaikan harga daging sapi yang dirasakan masyarakat pun tak lepas dari terbatasnya pasokan impor daging sapi maupun sapi bakalan, khususnya dari Australia.

Meski demikian, Nanang menegaskan, kontribusi sapi lokal terhadap pemenuhan kebutuhan nasional sekitar 60 persen atau lebih tinggi dari impor. Adapun total kebutuhan daging sapi/kerbau nasional tahun ini, berdasarkan proyeksi Kementan mencapai 706 ribu ton atau 2,57 kilogram (kg) per kapita per tahun.

"Dari jumlah yang cukup besar ini, mungkin 60 persen-nya dikontribusikan oleh peternak rakyat yang kepemilikannya dua sampai tiga ekor. Inilah penyuplai daging sapi terbesar," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement