Ahad 09 Jan 2022 12:08 WIB

Kemenperin Fokus Subtitusi Impor di Sektor Kimia Industri

Pemerintah tengah mengawal proyek raksasa pembangunan industri kimia.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Friska Yolandha
Pimpinan proyek melakukan monitoring pembangunan pabrik Polyethylene (PE) baru berkapasitas 400 ribu ton per tahun di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) di Cilegon, Banten, Kamis (19/7).
Foto: Antara/Muhammad Iqbal
Pimpinan proyek melakukan monitoring pembangunan pabrik Polyethylene (PE) baru berkapasitas 400 ribu ton per tahun di kompleks petrokimia terpadu PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (CAP) di Cilegon, Banten, Kamis (19/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berdasarkan peta jalan Making Indonesia 4.0, industri kimia merupakan salah satu sektor yang mendapat prioritas pengembangan karena mampu memberikan kontribusi yang signifikan bagi perekonomian nasional. Hal itu karena, bahan-bahan kimia merupakan komoditas strategis untuk digunakan sebagai bahan baku di berbagai sektor industri lainnya.

“Industri kimia masuk dalam Top 3 kontributor besar terhadap kinerja sektor industri pengolahan nonmigas. Maka menjadi sektor yang berperan penting pada pertumbuhan industri manufaktur nasional,” kata Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Muhammad Khayam pada Penandatanganan MoU antara Kementerian Investasi/BKPM dengan Lotte Chemical Corporation, dan Perjanjian EPC di Jakarta, Jumat (7/1/2022).

Baca Juga

Dirjen IKFT mengemukakan, pihaknya bertekad terus menekan defisit neraca perdagangan di sektor industri kimia. “Oleh karena itu, perlu pengembangan investasi di industri kimia yang juga dapat mengakselerasi untuk subtitusi impor bahan dan barang kimia,” tuturnya.

Khayam menjelaskan, secara khusus, industri petrokimia merupakan sektor strategis di tingkat hulu yang menjadi modal dasar dan prasyarat utama. Hal itu demi mengembangkan industri di tingkat hilir seperti menghasilkan produk plastik, serat kain, tekstil, kemasan, elektronika, otomotif, dan obat-obatan.

 

“Berhasil tidaknya pemerintah dalam membangun industri nasional, salah satunya sangat dipengaruhi oleh kinerja industri petrokimia,” ujarnya. 

Maka, sebagai pemasok bahan baku bagi industri hilir, sektor petrokimia diharapkan memiliki kapasitas memadai dan memiliki performa baik dan stabil di setiap saat.

“Hal inilah yang mendorong pemerintah terus memperkuat industri petrokimia melalui peningkatan kapasitas produksi serta melengkapi struktur pohon industri demi menjamin pemenuhan kebutuhan bahan baku industri,” ujar dia. 

Sejak 2020 hingga nanti pada 2025, pemerintah tengah berupaya mengawal proyek-proyek raksasa pembangunan industri kimia yang total nilai investasinya mencapai 31 miliar dolar AS. Salah satunya Proyek PT Lotte Chemical Indonesia di Cilegon, yang akan menyerap tenaga kerja hingga 15 ribu orang pada masa konstruksi dan 1.300 orang pada saat operasi komersial. 

"Investasi proyek PT Lotte Chemical Indonesia di Cilegon akan memiliki total kapasitas produksi sebanyak 3,1 juta ton per tahun akan menghasilkan berbagai produk petrokimia hulu dan hilir seperti Etilena, Propilena, BTX, Butadiena, Polietilena (PE), dan Polipropilena (PP),” jelasnya.

Kapasitas industri nasional untuk produk-produk tersebut saat ini mencapai 7,1 juta ton per tahun. Hanya saja, impor produk kimia tersebut masih sangat signifikan hingga mencapai 4,6 juta ton pada 2020. Hal ini mengindikasikan masih diperlukannya upaya peningkatan kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri. 

“Oleh karenanya, proyek pembangunan pabrik PT Lotte Chemical Indonesia ini diharapkan dapat mensubtitusi impor sehingga menjadi stimulus bagi industri petrokimia hilir lokal dan mendukung penciptaan lapangan kerja,” tegas Khayam.

Kemudian, upaya tersebut akan memperkuat kembali sendi-sendi perekonomian nasional khususnya di sektor industri manufaktur. Menurut Dirjen IKFT, pemerintah juga berkomitmen membangun industri manufaktur yang berdaya saing global melalui percepatan implementasi industri 4.0. 

“Kami akan senantiasa mendampingi pelaksanaan proyek ini dan akan turut membantu mengatasi permasalahan yang muncul,” tutur dia.

Bahkan, dalam upaya mendukung pelaksanaan Making Indonesia 4.0, pemerintah pun tengah mengupayakan penguatan SDM melalui program vokasi industri. Hal itu dinilai sangat penting guna memenuhi kebutuhan tenaga kerja yang terampil dan kompeten sesuai dengan kebutuhan industri.

Vice Chairman & CEO, LOTTE Group Chemical Business Sector, Kim Go Hyun mengatakan, LOTTE Chemical Indonesia New Ethylene Project (LINE Project) akan memiliki keterkaitan yang luas, memberikan nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi bagi perekonomian serta memliki nilai strategis bagi perekonomian nasional Indonesia. Selain itu juga akan menciptakan lapangan kerja dan pertumbuhan yang luar biasa bagi perekonomian Indonesia.

Dalam kesempatan tersebut, dilakukan penandatanganan MoU antara Kementerian Investasi/BKPM dengan LOTTE Chemical Corporation mengenai Fasilitasi Percepatan Realisasi Investasi. Selain itu, juga dilakukan penandatanganan EPC Agreement antara PT LOTTE Chemical Indonesia dengan para kontraktor.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement