Selasa 30 Nov 2021 06:20 WIB

Sulitnya Membangun Integrasi Industri Halal

Industri halal Indonesia belum masuk level industrialisasi.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Fuji Pratiwi
Senior Economist dan Founder The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip. Sunarsip menyebut, tidak mudah membangun industri halal di Indonesia.
Foto: istimewa
Senior Economist dan Founder The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip. Sunarsip menyebut, tidak mudah membangun industri halal di Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membangun industri halal di negara dengan mayoritas penduduk Muslim tidak menjadikannya langkah yang mudah. Indonesia punya sekitar 280 juta penduduk Muslim namun belum juga menjadi produsen produk halal utama dunia.

Senior Economist dan Founder The Indonesia Economic Intelligence Sunarsip mengatakan, meski jumlah penduduk Muslim Indonesia tertinggi di dunia, tapi jumlah pelaku industri halalnya masih sangat sedikit. Hal ini karena industri halal Indonesia belum masuk level industrialisasi.

Baca Juga

"Pelaku halal chain sebutlah hanya lima persen, para pengusaha-pengusaha itu belum mengerti ketika masuk ke industri halal harus seperti apa," kata Sunarsip kepada Republika, beberapa waktu lalu.

Sosialisasi yang masih rendah ini dibarengi dengan sedikitnya tenaga ahli syariah. Jumlah sumber daya manusia yang menjadi penilai atau auditor halal masih sangat sedikit, sehingga jumlah produk halal yang terverifikasi pun jauh dari ekspektasi.

Selama ini, halal memang sudah jadi tradisi. Namun, kata Sunarsip, label halal menjadi kunci penting jika masuk ke level industri dan ekspor. Maka dari itu, proses verifikasi kehalalan produk serta jasa menjadi langkah yang sangat krusial.

"Memang kita sudah sadar budaya halalnya, melekat dalam tradisi, tapi tetap saja kalau bicara level industri, label itu penting," kata dia.

Untuk membangun rantai halal di domestik, bahkan global, maka butuh banyak usaha dan waktu yang tidak sebentar. Mulai dari pengembangan produk, sistem sosialisasi, memastikan proses produksi, sistem penjualan, termasuk infrastruktur pendukung, lembaga pembiayaan keuangan sangat perlu kesiapan.

Di beberapa daerah yang telah menerapkan asas-asas syariah, seperti Aceh dan Nusa Tenggara Barat, pun bukan menjadi pekerjaan ringan. Integrasi sistem akan butuh penguatan ekosistem pendukungnya secara menyeluruh.

"Ini menyangkut ekosistem yang banyak, mulai usahanya, konsumennya, logistiknya, assessments, kita butuh banyak asesor, auditor untuk memastikan jasa produk sesuai standar halal, dan menciptakan asesor itu tidak mudah," kata Sunarsip menjelaskan.

Sunarsip menyampaikan, di tengah potensinya yang besar, perlu usaha usaha yang besar juga untuk mempercepat internalisasi industri halal tersebut di Indonesia. Semua usaha tersebut tentu harus dimulai dari komitmen kuat dari pemangku kepentingan utama yakni pemerintah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement